Bersama Ibu tiri ku ...

Aku sungguh tidak rela Ayah ku menikah lagi. Meski pun ibu ku sudah meninggal lebih dari lima tahun.

Cerita-cerita tentang kejamnya ibu tiri selalu membayangi ku. Aku merasa takut. Tapi aku juga tidak mencegah ayah ku untuk menikah lagi, apa lagi kami tiga bersaudara sudah cukup besar-besar.

Aku sendiri, sebagai anak tertua sudah berusia 20 tahun lebih, dan juga sudah kuliah. Adik ku yang nomor dua, juga laki-laki, berusia 17 tahun dan sebentar lagi akan lulus SMA. Sementara adik bungsu ku yang perempuan sudah SMP.

Ayah ku memang seorang pengusaha yang cukup sukses. Kehidupan kami secara ekonomi memang serba berkecukupan. Karena itu juga, ayah ku ingin menikah lagi.

Ayah ku menikah dengan seorang perempuan yang sebenarnya masih cukup muda, sekitar 25 tahun usianya. Namanya Andini. Dia sebenarnya adalah seorang gadis desa, hanya saja dia sudah cukup lama tinggal di kota dan bekerja di perusahaan ayah ku.

Sejak menikah dengan ayahku, Andini pun berhenti bekerja, tentu saja itu atas permintaan ayah ku.

Mereka juga masih tinggal serumah dengan kami. Hal itu tentu saja, membuat kami adik beradik, mau tidak mau, harus membiasakan diri dengan kehadiran Andini di rumah kami.

Andini sebenarnya seorang perempuan yang cukup baik, lembut dan juga lumayan cantik. Mungkin itu juga alasan ayah ku menjadikan Andini sebagai istrinya.

****

Waktu pun terus berputar, tanpa bisa di cegah atau pun di pacu.

Sudah hampir lima bulan, Andini menjadi ibu tiri ku. Sebagai anak tertua, aku pun berusaha untuk bisa menerima Andini sebagai bagian dari hidup kami. Ayah ku juga selalu mengingatkan hal tersebut.

Kehadiran Andini sebenarnya cukup membantu keadaan keluarga kami. Sejak kehilang sosok seorang ibu, lima tahun yang lalu, kehidupan kami adik beradik memang cukup berantakan. Meski pun untuk urusan masak memasak, membersihkan rumah atau sekedar mencuci pakaian, sudah ada pembantu di rumah kami.

Namun untuk urusan kedisiplinan, perhatian, atau sekedar untuk membangun kami di pagi hari, tentu saja sangat sulit kami lakukan sendiri. Dan sejak kehadiran Andini, kami kembali mendapatkan hal tersebut.

Dulu aku pikir, Andini menikah dengan ayahku hanya karena ia mengharapkan harta ayah ku. Namun dari segala perhatiannya kepada kami dan juga kepada ayah, membuat aku mulai sadar, kalau Andini adalah sosok perempuan yang cocok menggantikan ibu. Meski pun usianya terpaut lebih dari 20 tahun dari ayah ku.

Lama kelamaan aku pun mulai terbiasa dengan adanya Andini di rumah kami. Aku juga sudah mulai dekat dengannya. Kami juga sudah mulai memanggilnya Ibu, padahal dulu awal-awal ayah ku menikah dengannya, kami hanya memanggilnya mbak.

Kedekatan ku dengan Andini akhir-akhir ini, tanpa aku sadari, telah mampu menumbuhkan rasa nyaman dalam diri ku. Aku pun semakin sering menghabiskan waktu di rumah, hanya untuk bisa mengobrol bersama Andini.

Andini memang cukup asyik di ajak ngobrol. Dia selalu penuh perhatian setiap kali aku bercerita dengannya.

Dan pelan namun pasti, perasaan ku pun semakin berkembang terhadap Andini. Aku mulai merasa tertarik padanya. Selain karena Andini memang cantik dan juga cukup seksi. Dia juga sangat baik, lembut dan penuh perhatian.

Hingga pada suatu pagi, saat itu hanya ada aku dan Andini di rumah. Adik-adik ku sudah berangkat sekolah, ayah ku sudah berangkat kerja, dan pembantu kami sedang pergi berbelanja ke pasar.

"kamu gak kuliah, Zul?" tanya Andini, saat aku menemuinya di dapur.

Aku hanya menggeleng ringan, sambil mengambil segelas air minum di atas meja makan.

"kenapa?" tanya Andini lagi.

"aku kurang enak badan." jawab ku, sedikit berbohong.

"mungkin masuk angin kali tuh." balas Andini.

"iya, mungkin." jawabku lemah.

"mau saya kerokin gak?" tanya Andini lugas.

Aku menatap Andini penuh tanya. Aku mencoba berpikir sewajar mungkin.

"biasanya kalau ayah kamu masuk angin, dia selalu minta dikerokin sama saya." ujar Andini lagi.

"kalau ibu gak keberatan." ucapku akhirnya.

"ya udah, kamu tunggu aja di kamar kamu, nanti saya kesana." balas Andini kemudian.

Aku pun segera melangkah ke kamar ku. Pikiran ku juga mulai berkelana entah kemana-mana. Membayangkan aku berdua bersama Andini di dalam kamar. Tiba-tiba membuat gejolak jiwa muda ku meronta.

Beberapa menit kemudian, Andini pun masuk ke kamar ku. Dia ternyata juga sudah berganti pakaian. Dia hanya memakai baju daster cukup tipis dan transparan. Untuk sesaat aku terkesima melihatnya. Aku belum pernah melihatnya memakai pakaian itu di luar kamarnya.

Imajinasi liarku semakin menjadi-jadi. Jiwa ku meronta. Aku semakin terpukau.

Dengan peralatan seadanya, Andini pun perlahan melakukan kerokan di punggung ku.

"kamu udah punya pacar?" tanya Andini di sela-sela kerokannya.

"belum." jawabku tertahan.

"sayanglah, ganteng-ganteng kok jomblo." ucap Andini.

"ya.. mau gimana lagi, gak ada yang mau sih sama saya." balasku.

Dan pembicaraan selanjutnya, pun semakin terdengar sangat akrab. Andini bahkan seperti sengaja bercerita hal-hal yang semakin memancing imajinasi ku.

Hingga tanpa sadar, entah siapa yang memulai, semua itu pun terjadi. Kami melakukan hal yang seharusnya tidak kami lakukan.

 ****

Sejak kejadian pagi itu. Kami bukannya merasa menyesal, tapi justru kami semakin sering melakukannya. Kami selalu mencari kesempatan untuk kami bisa berduaan di rumah. Bahkan kadang, Andini sengaja menyuruh pembantu kami untuk pergi berbelanja, meski pun perlengkapan dapur masih cukup, hanya untuk agar kami bisa menghabiskan waktu berdua.

Dan hal itu terus terjadi, selama berbulan-bulan. Kami semakin terlena dengan hubungan terlarang kami. Kami hanyut dalam buaian cinta buta di antara kami.

Hingga setelah hampir setahun hal itu terjadi. Tiba-tiba Andini mengakui kalau ia hamil.

Namun kehamilan Andini bukanlah sesuatu yang mencemaskan kami. Karena biar bagaimana pun, Andini adalah istri sah ayahku, jadi wajar kan kalau ia hamil?

Hanya saja sejak kehamilannya, kami jadi jarang punya waktu berdua. Mengingat ayah ku jadi semakin jarang keluar rumah. Ayah ku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, untuk menemani istrinya yang sedang hamil. Hal itu cukup membuat kami, tidak bisa lagi bersama.

Aku mencoba menahan keinginan ku untuk bisa bersama Andini. Aku tak ingin ayahku curiga akan kedekatan kami. Karena itu, aku jadi sering menghabiskan waktu di luar rumah. Aku juga jadi salah pergaulan.

Untuk melampiaskan kekecewaanku, karena tidak bisa bersama Andini. Aku jadi sering berkumpul dengan anak-anak gaul yang suka dugem. Aku juga jadi sering mabuk-mabukan.

Hingga pada suatu saat, aku terjebak. Aku di jebak oleh salah seorang temanku. Yang membuat aku harus berurusan dengan pihak berwajib.

Ayahku pun terpaksa turun tangan untuk membebaskan ku dari jeratan hukum. Aku tak tahu,seberapa banyak uang ayahku habis, untuk bisa membebaskanku. Namun yang pasti, aku sudah bisa kembali ke rumah lagi, setelah di tahan selama beberapa hari.

Namun sebagai hukumannya, ayahku menitipkan pada sebuah pesantren. Untuk aku di didik di sana menjadi orang yang beragama.

Sejak kecil aku dan keluarga memang terbilang cukup jauh dari agama. Kami sangat jarang sekali beribadah. Bahkan sholat saja, hanya kami lakukan setahun dua kali, yakni saat hari idul fitri dan juga hari raya idul adha.

Aku pun tak bisa menolak, keinginan ayah ku tersebut. Aku dengan sangat terpaksa, harus tinggal di pesantren.

Awalnya semua itu sungguh berat bagiku. Aku yang tidak tahu apa-apa tentang agama, dipaksa untuk melaksanakan ibadah, seperti semua orang yang ada di pesantren tersebut.

Aku tidak tahu pasti, apa alasan ayahku sebenarnya memasukkan aku ke pesantren ini. Padahal selama ini, ayahku termasuk orang yang tidak pernah beribadah. Dia juga tidak pernah mengajarkan kami hal itu. Dia hanya sibuk bekerja dan bekerja.

Hari-hari pun berlalu. Aku pun mulai merasa bosan berada di pesantren itu. Mengikuti semua peraturan yang ada disana. Harus bangun sebelum waktu subuh. Harus sholat lima waktu sehari semalam. Aku benar-benar merasa terbelenggu.

Pernah beberapa kali aku coba untuk kabur. Namun orang-orang suruhan ayahku selalu menemukanku dan memaksa ku untuk kembali ke pesantren.

"jika kamu masih mencoba kabur dari sini. Ayah akan minta pihak berwajib yang menangkap kamu dan memasukan kamu ke dalam penjara kembali. Jadi, kamu pilih tinggal di sini atau tinggal di penjara." ancam ayahku akhirnya, saat terakhir kali aku mencoba untuk kabur.

"aku hanya ingin pulang ke rumah, Yah." pinta ku memohon.

"kamu sudah tidak punya tempat lagi di rumah." balas ayah tegas.

"kenapa?" tanyaku lirih.

"karena ayah sudah tahu perbuatan kamu bersama Andini.." suara ayah terdengar berat mengucapkan kalimat tersebut.

"maksud ayah?" tanyaku ragu.

"kamu tidak usah pura-pura tidak paham, Zul. Kamu pikir, untuk apa ayah memasukan kamu ke pesantren ini? Ayah hanya ingin kamu tahu, kalau perbuatan kamu bersama Andini itu adalah sebuah kesalahan. Sebuah kesalahan yang tidak akan pernah bisa di maafkan." jelas ayah dengan suara yang bergetar.

Aku tahu, betapa marahnya ayah mengetahui hal tersebut. Dia pasti sangat membenci ku saat ini.

"lalu bagaimana dengan Andini?" tanya ku terbata.

"Andini itu istri ku, dan kamu tidak berhak tahu apa yang terjadi dengannya." balas ayah tajam.

"tapi anak yang dalam kandungannya itu adalah anak ku." ucapku berusaha tegas. Aku hanya takut terjadi sesuatu yang buruk pada Andini.

"sekali lagi ayah tegas kan, Andini itu istri ku. Dan anak yang ia kandung juga berarti adalah anakku." ucap ayah sangat tegas.

Aku terdiam kembali. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan saat ini. Aku merasa terpukul. Kepalaku rasanya mau pecah. Aku tidak bisa berpikir lagi.

"pokoknya ayah ingin kamu belajar banyak di sini. Dan jika kamu menolak atau mencoba kabur lagi, ayah akan penjara kan kamu." ayah berucap kembali masih dengan suara tegasnya.

****

Pada akhirnya aku hanya bisa pasrah. Aku mencoba mengikuti keinginan ayahku. Meski pun aku masih merasa penasaran, dengan apa yang terjadi pada Andini, setelah ayahku mengetahui semuany. Bisa saja Andini juga di usir oleh ayah dari rumah.

Tapi aku coba mengabaikan hal tersebut. Aku coba menjalani hari-hari ku di pesantren ini. Mencoba memulai hidupku yang baru. Semakin lama kau semakin sadar, kalau apa yang aku lakukan bersama Andini, adalah sebuah kesalahan.

Hari-hari yang aku lalui di pesantren ini, yang meski pun awalnya terasa berat bagiku, justru semakin lama semakin membuat aku nyaman. Aku jadi punya teman-teman baru di sini. Aku juga di minta untuk mengajar ilmu-ilmu umum yang aku kuasai. Yang pastinya bukan ilmu agama, karena aku masih sangat awam akan hal itu.

Namun lama kelamaan, aku pun mulai memahami sedikit demi sedikit ilmu agama yang aku dapatkan di pesantren ini. Semakin aku mempelajarinya, semakin aku tertarik untuk mengetahuinya.

Hidupku yang selama terasa hampa, sekarang jadi terasa bermakna. Aku merasa jadi punya tujuan. Dan aku pun mulai bertobat. Memohon ampunan kepada Tuhan, atas dosa-dosa yang telah aku lakukan selama ini. Terutama dosa yang aku lakukan bersama Andini.

Aku mulai memperbaiki diriku, tingkah laku ku dan cara aku berpikir. Aku pun semakin tertarik untuk memperdalam ilmu agama ku.

Bertahun-tahun aku berada di pesantren tersebut. Sekali-kali ayah dan adik-adik ku datang mengunjungiku. Namun tak pernah sekali pun ada Andini di antara mereka.

Aku pun memberanikan diri untuk diam-diam bertanya pada adik laki-laki ku, tentang Andini.

"Ibu ada di rumah, ia sekarang kan lagi sibuk ngurusin adik kecil kita." begitu jelas adik ku pada ku, yang membuat ku menjadi sedikit lega.

Ternyata ayah tetap mempertahankan Andini, meski pun ia tahu Andini telah berbuat salah. Mungkin Andini memang butuh kesempatan kedua, demikian juga aku.

Karena itu, aku pun memutuskan untuk melanjutkan kuliah ku ke Mesir. Untuk lebih memperdalam ilmu agama ku. Hal itu aku sampaikan kepada ayah. Beliau pun sangat mendukung keputusan ku tersebut.

Aku tahu, ayah mendukung hal itu, karena memang ia tidak ingin aku kembali ke rumah. Aku pun juga tidak ingin lagi kembali ke rumah. Aku harus menjauh dari masa lalu ku, setidaknya sampai aku benar-benar bisa melupakan hal tersebut. Meski pun aku tak yakin, kalau aku akan begitu mudah untuk melupakannya.

Namun yang pasti untuk saat ini, aku ingin pergi sejauh-jauhnya dan belajar lebih banyak tentang Agama, dan juga tentang hidup ini.

****

Ibu Kepsek yang cantik

Bayangan itu kembali melintas, saat aku mencoba memejamkan mata untuk tertidur. Rasanya memang sulit terlepas dari ingatan tersebut.

Biar bagaimana pun itu adalah pengalaman pertama ku. Pengalaman pertama yang begitu indah dan berkesan.

Aku ini seorang guru honorer di sebuah sekolah swasta. Aku jadi guru honorer belum sampai setahun.

Karena aku juga baru lulus kuliah.

Kepala sekolah tempat aku bekerja adalah seorang perempuan. Namanya buk Ratna.

Buk Ratna sebenarnya sudah menikah, dan juga sudah punya dua orang anak. Hanya saja suaminya yang seorang pelaut, sangat jarang pulang.

Buk Ratna juga sudah cukup berumur, sudah 37 tahun usianya.

Namun buk Ratna masih kelihatan cantik dan ia juga memiliki postur tubuh yang seksi.

Sejak aku bekerja di sekolah tersebut, buk Ratna memang selalu baik padaku. Dia juga sangat perhatian.

Mulanya aku menganggap hal itu biasa saja. Karena buk Ratna memang terkenal sangat baik orangnya.

Namun lama kelamaan, sikap buk Ratna padaku, semakin berlebihan. Dia juga jadi sering menawarkan ku, untuk mampir di rumahnya.

Beberapa kali aku coba menolak. Namun pada suatu kesempatan, aku tak bisa menghindarinya lagi.

Dan saat itulah semuanya terjadi. Buk Ratna dengan terang-terangan mengajak aku tidur bersamanya.

Awalnya aku berusaha menolak. Karena biar bagaimana pun ia adalah atasan ku, dan juga karena buk Ratna juga sudah menikah dan sudah punya anak.

Namun buk Ratna dengan sedikit memohon terus meminta ku untuk bisa memenuhi keinginannya tersebut. Katanya suaminya sudah lebih dari dua bulan tidak pulang. Ia jadi merasa sangat kesepian. Karena itu ia berharap, aku mau mengisi kesepiannya itu.

Karena terus di desak dan sebenarnya buk Ratna memang juga cukup menarik secara fisik. Akhirnya aku hanya bisa pasrah dan mengikuti semua keinginan buk Ratna sore itu.

Dulu aku memang pernah beberapa kali pacaran, Ketika aku SMA dan juga ketika aku kuliah. Namun hubungan cinta ku selalu kandas. Dan selama aku berpacaran, aku tidak berani berbuat banyak pada pacarku.

Kami hanya berpacaran secara sehat. Hampir tidak ada hubungan kontak fisik yang aku lakukan dengan pacar-pacar ku dulu.

Namun yang aku dapat dari buk Ratna sekarang, sungguh sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang selalu menjadi impian banyak laki-laki di dunia ini.

Buk Ratna memberikannya padaku dengan penuh perasaan. Dan aku sngat menikamti hal tersebut.

Itu adalah pengalaman pertama ku melakukan hal tersebut dengan seorang perempuan. Sayangnya perempuan itu jauh lebih tua dari ku dan juga sudah punya suami dan anak.

Tapi aku sangat menyukai hal tersebut. Aku benar-benar di buat terkesan oleh buk Ratna.

****

Sejak saat itu, aku dan buk Ratna jadi sering melakukannya. Sekarang bukan hanya buk Ratna yang menginginkan hal tersebut, tapi aku juga menginginkannya.

Aku jadi tergila-gila pada buk Ratna. Biar bagaimana pun dia adalah perempuan pertama yang berhasil mendpatkn keprjakaan ku. Aku jadi tak bisa melupakannya. Bahkan aku sangat ingin memilikinya.

Aku memang telah jatuh cinta pada buk Ratna. Aku selalu memikirkannya setiap malam.

Namun setelah hampir setahun kami menjalin hubungan rahasia. Tiba-tiba buk Ratna meminta aku untuk menjauhinya. Katanya suaminya sudah mulai mencurigainya.

Aku tak menerimanya begitu saja. Biar bagaimana pun semua ini buk Ratna yang memulainya. Dan aku tak akan melepaskanya, walau dengan alasan apa pun.

"tapi aku tidak bisa lagi, Jon. Kita harus mengakhiri semua ini, sebelum semuanya jadi semakin terlambat. Aku juga tidak mau suamiku mengetahuinya. Jadi tolong, jauhi aku mulai sekarang." ucap buk Ratna tegas.

"tapi aku sudah terlanjur jatuh cinta pada buk Ratna. Aku tak ingin mengakhiri ini." balasku sengit.

"itu bukan cinta, Jon. Itu hanya kekaguman sesaat. Aku tahu, aku ini orang pertama yang melakukan hal tersebut bersama kamu. Karena itu kamu jadi sangat terkesan. Nanti kamu juga pasti bisa melupakan ku." ucap buk Ratna lagi.

"aku tak mungkin melupakan buk Ratna. Aku mohon buk, jangan tinggalkan aku seperti ini." ucapku menghiba.

"lalu kamu mau apa dengan hubungan ini?" tanya buka Ratna.

"aku ingin selamanya bersama buk Ratna. Jika perlu... aku siap menikah dengan buk Ratna." balasku sedikit terbata.

"kamu jangan bodoh, Jon. Kamu masih muda. Masih banyak gadis-gadis lain yang bisa kamu jadikan istri." timpal buk Ratna.

"tapi aku maunya hanya buk Ratna." ucapku yakin.

"pokoknya aku gak bisa lagi menjalin hubungan bersama kamu, Jon. Dan jika kamu terus memaksa, aku akan pecat kamu." tegas suara buk Ratna berucap. Sepertinya ia sangat serius dengan keinginannya mengakhiri hubungan kami.

Mendengar ucapan tegas buk Ratna tersebut, aku jadi terdiam. Aku memang sangat ingin terus bersama buk Ratna, tapi aku juga tidak ingin kehilangan pekerjaan ku.

Akhirnya aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, selain menerima semua keputusan buk Ratna.

Sebagaimana awalnya dulu buk Ratna sempat memaksa ku untuk melampiaskan kesepiannya padaku. Sekarang buk Ratna juga memaksa ku untuk melepaskannya kembali, padahal aku sudah terlanjur cinta padanya.

Namun aku tidak bisa berbuat apa-apa. Biar bagaimana pun, buk Ratna adalah istri orang dan juga ia adalah atasan ku.

Pada akhirnya hubungan kami pun berakhir begitu saja. Ternyata buk Ratna hanya sekedar singgah dalam hidupku. Namun kesan yang ia tinggalkan sungguh membuat aku hampir tak bisa melupakannya.

Di tempat kerja, buk Ratna juga bersikap biasa saja padaku. Ia bersikap seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa di antara kami.

Tapi bagiku bersama buk Ratna adalah pengalaman paling indah yang pernah aku alami dalam perjalanan hidupku.

****

Gara-gara bos ku

Namanya pak Anton. Dia adalah bos ku di kantor tempat aku bekerja menjadi seorang sekretaris.

Aku menjadi seorang sekretaris baru sekitar enam bulan yang lalu, menggantikan sekretaris lama pak Anton. Menurut ceritanya,sekretaris lama pak Anton sudah mengundurkan diri, karena sedang hamil besar.

Ini adalah pengalaman pertama ku bekerja menjadi seorang sekretaris. Kebetulan aku juga baru lulus kuliah.

Pak Anton sudah menikah dan juga sudah punya dua orang anak yang masih kecil-kecil. Kalau ku perkirakan usia pak Anton saat ini sudah 37 tahun.

Meski pun sudah paroh baya, pak Anton masih terlihat gagah dan tampan.

Awal-awal aku bekerja bersama pak Anton, semuanya berjalan dengan wajar dan normal. Hubungan ku dengan pak Anton hanya sebatas hubungan antara atasan dan bawahan.

Namun sebulan belakangan ini, perlakuan pak Anton pada ku, tiba-tiba saja berubah. Ia menjadi semakin baik padaku. Ia juga jadi sering memuji penampilanku.

Mulanya aku menganggap semua itu biasa saja, mungkin pak Anton hanya sekedar memberi aku motivasi agar lebih semangat bekerja.

Pak Anton juga jadi sering mengajak aku makan siang bersama. Bahkan pak Anton juga pernah mengajak aku malam berdua.

Sebagai bawahannya, aku memang tidak pernah bisa menolak setiap ajakan pak Anton tersebut.

Dan lama kelamaan kami pun semakin dekat. Pak Anton juga jadi semakin sering mengajak aku makan malam berdua.

Kedekatan kami, ternyata mampu menumbuhkan sebuah rasa di hati ku diam-diam. Aku mulai menyukai sosok pak Anton. Bukan saja karena memang pak Anton sangat tampan dan gagah, tapi juga ia sangat baik dan penuh perhatian padaku.

Pak Anton juga sering memberi aku hadiah, padahal aku tidak pernah memintanya.

Rasa suka ku pada pak Anton, semakin lama semakin berkembang. Aku semakin mengagumi sosoknya yang penuh perhatian.

Aku jadi sering memikirkan pak Anton. Aku jadi sering melamunkannya dalam imajinasi indahku.

Sebagai seorang perempuan yang masih single, dan hidup sendiri di kota ini, kehadiran pak Anton menemani hari-hari ku cukup membuat aku merasa nyaman.

Sampai kemudian, pak Anton dengan terang-terangan mengungkapkan perasaannya padaku.

"Aku sebenarnya suka sama kamu Tyas. Aku jatuh cinta sama kamu. Maukah kamu menjadi pacarku?" ucap pak Anton penuh perasaan.

"tapi pak Anton kan udah punya istri dan anak." balasku pelan.

"apa kamu keberatan akan hal itu?" tanya pak Anton.

Aku yang sudah terlanjur jatuh cinta pada pak Anton, tentu saja merasa sangat bahagia dengan semua itu. Karena itu aku pun menerima cinta pak Anton dengan tulus.

Meski pun aku tahu, terlalu besar resikonya bagiku, jika aku menjalin hubungan dengan pak Anton. Tapi aku tidak peduli. Aku benar-benar telah tergila-gila pada lelaki tampan itu.

Aku dan pak Anton pun akhirnya menjalin hubungan asmara secara diam-diam. Jika di kantor, kami mencoba bersikap biasa saja. Namun jika kami bertemu di luar jam kerja, kami pun memanfaatkan kesempatan tersebut, untuk menikmati kebersamaan kami.

Hingga pada suatu kesempatan, pak Anton mengajak ku untuk bertemu di sebuah hotel. Awalnya aku ragu untuk datang. Aku mencoba untuk menolak. Tapi pak Anton, terus membujuk ku.

Dengan perasaan masih penuh keraguan, aku pun mencoba memenuhi ajakan pak Anton untuk bertemu di sebuah hotel.

"aku belum pernah masuk kamar hotel dengan seorang laki-laki, pak." ucapku, ketika akhirnya kami benar-benar sudah berada di dalam kamar hotel.

"kalau kita lagi berdua begini jangan panggil pak lah, panggil mas Anton aja." balas pak Anton, sengaja mengabaikan ucapan ku barusan.

"iya mas." jawabku sedikit tersipu.

"lalu kita ngapain di sini mas?" tanya ku melanjutkan.

"kamu benar-benar masih polos ya Tyas. Dan hal itu yang membuat aku semakin mencintai kamu." ucap pak Anton lembut.

"aku memang belum pernah pacaran mas. Apa lagi sampai berduaan dengan laki-laki dalam kamar hotel." balas ku jujur.

"tapi kamu mau kan, melakukannya dengan ku?" tanya pak Anton.

"melakukan apa?" tanya ku polos.

"ya melakukan hal yang seharusnya di lakukan oleh dua orang yang saling mencintai." balas pak Anton.

"tapi aku takut mas. Resikonya terlalu besar." ucapku lagi.

"kamu gak usah takut. Aku pasti melakukannya dengan pelan-pelan." balas pak Anton.

"bukan itu maksud ku mas. Jika kita melakukannya sekarang, aku takut karena kita belum menikah." ucapku.

"kamu jangan takut, nanti pasti aku akan menikahi kamu kok." balas pak Anton.

"kamu mencintai aku kan Tyas?" lanjut pak Anton bertanya.

"iya mas, aku sangat mencintai mas Anton." balas ku jujur.

"kalau kamu memang benar-benar mencintaiku, kamu gak perlu takut dong." ucap pak Anton lagi.

Untuk sesaat aku hanya terdiam. Aku memang sangat mencintai pak Anton. Dan sebenarnya aku juga mau melakukan hal tersebut bersamanya. Bahkan hampir setiap malam aku selalu memikirkan hal tersebut.

Dalam keterdiaman ku itu, tiba-tiba pak Anton pun mulai melakukan aksinya pdaku.

Aku hanya bisa membiarkannya, aku tak berusaha untuk menolak.

Pelan namun pasti pak Anton pun berhasil memancing keinginan ku yang selama ini hanya bisa aku pendam. Kami pun mulai terlarut dalam suasana romantis itu.

"ini terlalu besar mas. Aku jadi takut." ucapku tanpa sadar.

"kamu gak perlu takut Tyas. Ini gak sengeri yang kamu bayangkan kok." balas pak Anton.

"resikonya terlalu besar mas. Aku takut mas Anton hanya memanfaatkan aku." ucapku lagi.

"aku benar-benar mencintai kamu Tyas. Aku tak akan pernah meninggalkan kamu." balas pak Anton berusaha meyakinkan ku.

Akhirnya aku hanya bisa psrah. Dan membiarkan pak Anton mernggut sesuatu yang paling berharga dalam hidupku. Aku biarkan pak Anton mendpatkan semuanya.

Semuanya terasa indah bagiku. Semua anganku tntang pak Anton selama ini, mlam itu pun mnjadi nyata. Sungguh mlam yang teramat indah dan pnuh kesan.

*****

Sejak kejadian inddah malam itu, aku dan pak Anton semakin sering bertemu di hotel. Kami semakin sring mlakukan hal tersebut. Kami bnar-benar terlena dengan cinta trlarang kami.

Sampai setelah lebih dari lima bulan hubungan kami terjalin, aku pun menyadari kalau aku sudah lama tidak dtang bulan. Aku pun memeriksakan diri ke dokter, dan dokter itu pun menyatakan kalau aku sedang hamil, sudah tiga bulan lebih.

Aku merasa terpukul menyadari semua itu. Aku segera menemui pak Anton dan menceritakan tentang kehamilan ku.

Di luar dugaanku, pak Anton justru memarahi ku.

"kenapa kamu bisa ceroboh sih?" tanya nya dengan nada marah.

"maaf mas. Tapi kita terlalu sering melakukannya." balasku dengan suara parau.

"kamu harus menggugurkannya Tyas." ucap pak Anton kasar.

"aku gak mau mas. Ini anak kita. Buah dari cinta kita." balasku sengit.

"apa? Cinta? Kamu pikir aku melakukannya karena cinta?" suara pak Anton makin kasar.

"maksud mas apa?" tanya ku tak mengerti.

"aku tak pernah mencintai kamu Tyas. Aku udah punya istri dan anak." balas pak Anton, yang membuatku semakin tercekat.

"tapi kenapa dulu mas Anton bilang, kalau mas mencintai ku dan akan menikahi ku?" tanya ku pilu.

"kamu memang benar-benar polos ya Tyas. Tentu saja aku mengatakan itu, agar kamu mau melakukan hal tersebut dengan ku." balas pak Anton sinis.

Oh aku terhenyak menyadari itu semua. Betapa aku merasa sangat bodoh.

"lalu sekarang bagaimana dengan kandungan ku mas?" tanyaku dengan suara lemah.

"kamu gugurkan saja." balas pak Anton tegas.

"aku gak mau." ucapku ikut tegas.

"kalau begitu kamu urus aja sendiri kandungan mu itu." balas pak Anton.

"tapi ini anakmu mas." ucapku lirih.

"siapa bilang? Bisa saja itu anak laki-laki lain kan?" balas pak Anton kasar.

"aku tidak pernah melakukannya dengan laki-laki lain mas." ucapku sedikit tersinggung.

"siapa tahu? Dan aku juga gak peduli. Yang pasti, kalau kamu gak mau menggugurkannya, kamu saya pecat dan hubungan kita juga berakhir." balas pak Anton masih dengan nada kasarnya.

"tega kamu mas." suara ku tercekat.

"kamu yang bodoh." balas pak Anton.

Setelah berkata demikian, pak Anton pun pergi meninggalkan aku sendirian.

Air mataku pun akhirnya tumpah. Aku menangis histeris. Menyesali semua yang telah terjadi.

Aku menyesali kebodohanku, yang begitu mudah terlena dengan rayuan lelaki bejat itu.

Kini aku harus menanggung akibat dari semuanya.

Ternyata resikonya jauh lebih besar dari yang aku takutkan. Dan aku merasa sangat menyesal.

****

Waktu pun terus berputar, dan aku sudah memutuskan untuk berhenti bekerja. Aku pun memutuskan untuk kembali ke kampung halaman ku, dan menceritakan semuanya pada orangtua ku.

Mereka tentu saja marah besar padaku. Tapi sebagai orangtua mereka berusaha untuk memaklumi semuanya, dan memaafkan ku. Tentu saja, setelah aku memohon dan bersujud kepada mereka.

Kemudian, untuk menutupi aib keluarga, aku pun dinikahkan dengan seorang pemuda kampung. Namanya Juna. Dia teman SMA ku dulu. Sekarang ia hanya menjadi petani biasa di kampung.

Aku tahu, sejak dulu, Juna sudah menyukai ku. Karena itulah ia mau menikah denganku, meski pun ia tahu, kalau aku sedang mengandung anak orang lain.

Aku pun berusaha menerima kenyataan tersebut. Biar bagaimana pun, Juna sudah mau menerima keadaan ku. Dan aku harus belajar untuk mencintainya.

Aku mungkin kehilangan kesempatan untuk mengejar karir ku di kota. Tapi aku masih punya kesempatan untuk memperbaiki hidup ku. Aku akan memulai lagi semuanya dari awal. Aku akan membangun sebuah rumah tangga yang bahagia, bersama Juna, yang sekarang sudah menjadi suami ku tersebut.

Begitulah kisah kehidupan yang harus aku lalui. Hanya karena aku terlalu mengikuti keinginan ku, aku pun jadi seperti ini. Semua gara-gara bos ku.

****

Sekian

Aku cemburu

Aku cemburu. Ya, aku cemburu dan aku berhak untuk cemburu. Karena dia adalah tunangan ku.Semua orang kampung juga tahu, kalau kami sudah bertunangan.

Tapi mengapa semua itu bisa terjadi?

Aku melihatnya. Aku melihatnya dengan mata kepala ku sendiri. Tadi itu jelas sekali. Dan aku tak tahan melihatnya. Aku ingin marah. Aku ingin melabrak mereka. Tapi...

Aku baru saja pulang dari kantor Camat, yang berjarak 15 kilometer dari desa kami, bersama pak Kades. Ada rapat. Dan aku di minta untuk mendampingi pak Kades ikut rapat. Karena aku adalah sekdes di desa kami.

Kami berangkat pagi tadi, pakai mobilnya pak kades, Terios, merk mobil itu. Siang, rapat itu baru usai. Dan aku serta pak Ali, kepala desa yang baru diangkat satu setengah tahun lalu itu, makan dulu di sebuah rumah makan di Kecamatan.

Kami pulang sekitar jam 2 siang. Pak Ali meminta aku untuk menyetir mobil, katanya dia capek. Dan  itu tadi, jalan menuju rumah pak Ali harus melewati rumah tunangan ku, Novi.

Aku dengan jelas melihat, Novi berdiri di depan pintu rumahnya. Di sampingnya berdiri seorang cowok, tapi lebih tepat dipanggil bapak, karena ku lihat orang itu sudah cukup tua, mungkin seusia pak Ali. Aku sengaja memelan mobil. Cowok itu, atau bapak itu, mencium kening Novi dengan mesra. Setidaknya begitulah yang aku lihat.

Dan anehnya lagi, Novi malah tersenyum di cium oleh cowok itu. Seakan sengaja memanasi ku.

Aku kaget. Mobil hampir saja masuk parit yang ada di kiri jalan. Untuk saja aku cepat menginjak rem. Sehingga mobil terhenti sesaat.

"ada apa, Jo?" pak kades yang lagi ketiduran itu menanyaiku. Karena, mungkin saja, ia kaget sebab mobil berhenti mendadak.

"mm... ah... gak apa-apa, pak." jawabku gugup. Kemudian aku langsung menginjak pedal gas. Mobil pun melaju menuju rumah pak Ali. Sekilas ku lihat di spion, Novi menatap kepergian mobil kami dengan bengong.

****

Malam ini aku belum bisa tidur. Rasanya mata sulit sekali di pejamkan. Padahal sudah hampir tengah malam. Setiap kali aku coba untuk memejamkan mata, aku selalu melihat dengan jelas kejadian sore tadi. Bapak itu mencium dahi Novi dengan mesra. Siapa dia? tanyaku membathin.

Selama ini aku belum pernah melihatnya. Bahkan yang aku tahu, Novi tak punya saudara yang berada di luar desa ini. Sedangkan yang berada di desa ini, aku kenal semua.

Apa mungkin dia itu keluarganya Novi yang dari jauh? Atau malah orang itu ingin merebut Novi dari ku? Bisa saja, kan? Dengan kekayaannya orang itu membujuk orangtua Novi, agar mau menerimanya menjadi menantu.

Tapi Novi kan tunangan ku.

Aku ingat pertama kali kami jadian.

"apa bang Jo serius dengan perkataan bang Jo?" tanya Novi waktu itu, waktu aku mengungkapkan perasaanku sama Novi.

"apa abang kelihatan seperti orang yang gak serius?" aku balik bertanya.

"tapi bang Jo kan sekdes di desa ini. Apa bang Jo tak malu punya calon istri seperti aku, yang cuma anak seorang tukang kebun?" tanya Novi lemah.

"loh, kenapa abang mesti malu? Kamu kan cantik. Udah gitu baik lagi. Harusnya abang bangga, dong." aku berbicara sedikit tegas, sambil menatap mata Novi. Mata yang bening itu, menghindari tatapanku.

"justru sebaliknya, kmau yang harusnya malu punya calon suami kayak abang." ucapku memancing.

"kenapa aku harus malu?" tanya Novi cukup heran.

"ya.. karena usia abang kan udah cukup tua, sedangkan Novi masih muda.." jawabku jujur. Karena memang usia kami terpaut cukup jauh, setidaknya enam atau tujuh tahunan lah.

"ini bukan masalah umur, bang. Tapi masalah hati." ungkap Novi tegas.

Aku sudah kenal Novi sejak lama. Sejak kecil malah. Kami tinggal dalam satu desa. Rumah kami juga tidak terlalu jauh.

Tapi sejak aku menamatkan SMP yang ada di desa kami, aku pindah ke kota. Tinggal bersama kakak ku yang jadi guru di kota. Di sana aku sekolah, sambil membantu abang iparku menjaga toko. Abang iparku punya toko disana. Toko elektronik.

Sekali-kali aku pulang ke kampung. Di rumah abangku yang cuma seorang nelayan. Karena sejak kecil kedua orangtua ku uddah meninggal. Aku anak bungsu dari kami tiga bersaudara.

Tamat SMA, aku kuliah. Setelah itu aku pulang ke kampung dan di angkat menjadi sekdes. Sudah hampir empat tahun menjadi sekdes aku belum juga punya istri.

Sekarang kades nya udah ganti, tapi aku tetap di pakai untuk menjadi sekdes.

Aku dan Novi akhirnya bertunangan, setelah hampir tiga bulan dari masa pacaran kami. Aku memang berniat serius, karena aku memang sudah saatnya untuk menikah, dan Novi adalah pilihanku.

*****

Tok! Tok! Tok!

Ku dengar pintu kamar ku di ketuk. Lamunanku buyar. Sehabis sholat subuh tadi, aku rebahan kembali. Mengingat-ingat apa yang terjadi kemarin.

"siapa?" tanyaku, sambil berusaha duduk dari rebahan ku.

"saya, om. Imah." jawab suara itu dari luar.

"oh. Ada apa, Imah?" tanya ku lagi pada pona'an ku itu. Imah anak abang ku yang paling bontot, kelas 2 SMP.

"ada yang cari." jawabnya.

"siapa?" aku bertanya, sambil membukakan pintu kamarku.

"tuh!" kata Imah, sambil memonyongkan bibirnya ke arah ruang tamu.

Aku melihat Novi duduk di sofa.

Mau apa dia? bathinku. Dengan terpaksa aku pun menemuinya. Aku masih marah. Dan amarah ku masih belum sempat aku lampiaskan. Tapi aku tak boleh gegabah. Aku harus tahu siapa lelaki yang bersamanya kemarin.

"ada apa kesini?" tanyaku sedikit ketus, setelah aku duduk di hadapannya dan meminta Imah untuk membuatkan dua gelas minuman.

"aku mau ngomong." jawabnya ragu.

"ngomong aja." ucapku sedikit acuh.

"aku... hmmm... kata Ria, bang Jo marah padaku. Apa benar?" Novi berucap sambil menunduk.

"yah." jawabku singkat.

Aku ingat, aku sempat bertemu Ria sore kemarin. Sepulang dari rumah pak kades. Karena tak bisa menahan emosi ku, aku terpaksa ngomong sama Ria tentang kejadian itu. Karena aku tahu, Ria itu sahabatnya Novi.

Ternyata Ria menceritakannya pada Novi. Dan Novi datang pagi-pagi kesini, ingin tahu. Apa dia tak merasa bersalah? tanyaku membathin.

"kenapa, bang? Apa aku berbuat salah?" kali ini Novi menatapku penuh selidik.

Ah, aku bingung. Aku tak ingin menunjukkan kecemburuan ku. Tapi...

"siapa lelaki kemarin?" akhirnya aku bertanya sambil menahan napas.

"lelaki yang mana, bang?" Novi balik bertanya.

"kamu tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu?" tanyaku lagi, sedikit emosi.

"maksud, bang Jo..?" wajah Novi agak kelihatan bingung.

"siapa lelaki yang datang ke rumah mu kemarin?" tanya ku lagi.

Sesaat Novi mengerutkan kening. Kemudian perlahan bibirnya mengulaskan senyum. Senyum lebar malah.

"kenapa senyum? Apanya yang lucu?" tanyaku antara marah dan heran.

"oh, jadi bang Jo marah karena itu?" ucap Novi pelan, kemudian ia pindah duduk di sampingku. Aku tetap memasang tampang masam. kemudian ku dengar Novi berucap,

"dulu, setelah tamat SD, aku tidak melanjutkan sekolah di sini, tapi aku sekolah di kota. Di kota aku tinggal bersama seorang juragan. Juragan itu adalah pemilik kebun tempat ayah ku bekerja. Orangnya baik, dia juga yang membiayai aku sekolah." Novi berhenti sesaat, kemudian melanjutkan,

"adik-adik ku juga butuh biaya untuk sekolah, ayahku tak sanggup membiayai kami semua. Dan juragan itu bersedia membantu ayah untuk membiayai sekolah ku dan adik-adik." ku lihat Novi menarik napas dan melirik ku.

"juragan itu cuma punya satu orang anak, yaitu bang David. Waktu itu ia masih kuliah. Ia udah menganggap ku seperti adik sendiri, demikian juga juragan itu, ia juga sudah menganggap sebagai anaknya sendiri." Novi berhenti sejenak.

Aku mulai mengerti ceritanya. Setidaknya aku mencoba mencerna kata-kata yang di ucapkan Novi.

"dan kemarin itu ia datang, karena sudah lama sekali kami tak bertemu. Sejak tamat SMA, aku jarang sekali kesana. Dan sejak menikah bang Davit sibuk dengan bisnisnya. Kebetulan kemarin itu dia lagi libur, jadi dia datang ke rumah sendirian, karena istrinya sedang ada kerjaan yang harus diselesaikan." ucap Novi panjang lebar.

Aku mengangguk dan menatap Novi. Ku lihat ketulusan dan kejujuran di matanya. Aku salah telah mencemburuinya.

"aku minta maaf..." ucapku spontan, "aku telah menuduhmu yang bukan-bukan. Tapi itu semua terjadi, karena aku begitu menyayangi mu dan aku sangat takut kehilangan kamu, Novi." ucapku penuh perasaan, sambil kuraih tangan lembut Novi.

"aku belum selesai cerita," ucap Novi tanpa menghiraukan pernyataan ku, "sampai sekarang bang David belum juga mendapatkan keturunan, itulah sebabnya ia sangat menyayangi ku dan juga adik-adikku." lanjutnya lagi.

Aku keliru. Bathinku.

Novi adalah gadis terbaik yang pernah ku kenal da naku tak akan menyia-nyiakannya. Aku janji.

****

Karyawan mini market

Namaku Hardi. Aku sudah menikah dan sudah punya dua orang anak.

Aku bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai seorang asisten manager. Kehidupan ku dan keluarga ku secara ekonomi memang sudah lebih dari cukup. Apa lagi istri ku juga membuka usaha jualan peralatan rumah tangga secara online.

Pernikahan ku sebenarnya baik-baik saja, tidak pernah ada masalah yang berarti dalam rumah tangga ku selama ini.

Namun perjalanan hidup adalah sebuah misteri. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya.

Berawal dari perkenalan ku dengan seorang gadis, sebut saja namanya Sari.

Sari adalah seorang kasir di sebuah mini market. Kami berkenalan karena aku memang sering berbelanja di mini market tempat sari bekerja.

Dari perkenalan singkat, saling tukar nomor handphone, lalu jadi sering chatingan.

Sari gadis yang cantik, ia masih cukup muda. Setidaknya usianya masih 22 tahun, seperti yang pernah ia katakan padaku.

Entah mengapa, setiap obrolan kami selalu nyambung satu sama lain. Sari juga sangat pengertian.

Dan soal status, Sari memang masih single. Aku juga sudah jujur padanya, kalau aku sudah menikah.

Tapi kami justru semakin dekat. Kami bahkan jadi sering jalan bareng, sekedar makan siang misalnya.

Sari ternyata seorang gadis perantau. Ia tinggal sendiri di kota ini, tepatnya di sebuah kamar kost.

Orangtua dan semua keluarganya berada di kampung yang cukup jauh dari kota. Sari merupakan anak sulung dari empat bersaudara.

Menurut cerita Sari, ia memang harus bekerja keras, karena penghasilan orangtua nya di kampung, tidaklah pernah mencukupi kehidupan mereka. Apa lagi ketiga adik Sari masih bersekolah. Tentu saja mereka butuh biaya yang cukup banyak.

Setiap bulan Sari harus mengirim sebagian besar dari gajinya ke kampung untuk membantu keuangan orangtuanya.

Sari memang selalu terbuka padaku, ia jadi semakin sering curhat padaku. Aku juga merasa senang menjadi orang yang bisa di percaya oleh sari untuk berbagi cerita hidupnya.

Sampai lama kelamaan, kami pun benar-benar dekat. Dan harus aku akui, kalau aku mulai merasa nyaman saat bersama Sari.

Perlahan namun pasti perasaan di antara kami pun kian berkembang, hingga akhirnya hubungan kami bukan lagi hanya sekedar teman cerita.

"aku sudah punya istri loh, Sar." ucapku berusaha mengingatkan Sari akan status ku.

"tapi aku sudah terlanjur suka sama bang Hardi." balas Sari.

"aku juga cinta sama kamu Sari." ucapku tulus.

Dan hari-hari selanjutnya, kami pun menjalin hubungan asmara secara diam-diam. Kami sering bertemu di waktu-waktu tertentu. Kami semakin sering menghabiskan waktu berdua.

Hingga pada suatu kesempatan, saat itu kami bertemu di kamar kost Sari. Entah siapa yang memulainya, kami pun melakukan hal yang tidak seharusnya kami lakukan. Hubungan kami sudah melampaui batas.

Semuanya terjadi begitu saja. Kami sama-sama menginginkannya. Sari juga mengikhlaskan hal itu terjadi. Dia dengan begitu rela, mempersembahkan mahkota nya yang paling berharga padaku. Dan aku menyambutnya dengan perasaan penuh kebahagiaan.

****

Setelah kejadian indah yang baru pertama kali kami lakukan tersebut, bukannya merasa menyesal, tapi justru kami semakin sering melakukannya. Kami benar-benar terbuai dengan cinta terlarang kami.

Mulanya semua berjalan dengan begitu lancar. Kami merasakan keindahan dalam hubungan cinta kami.

Namun pada akhirnya, kami pun harus menghadapi kenyataan pahit, saat Sari menyadari kalau ia telah hamil.

Menghadapi kenyataan itu, aku merasa mulai panik. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Sementara Sari terus menuntut aku untuk bertanggungjawab.

Aku coba membujuk Sari untuk menggugurkan kandungannya. Tapi Sari dengan tegas menolak.

Kami pun akhirnya jadi sering bertengkar. Karena Sari meminta ku untuk segera menikahinya, meski pun hanya sekedar nikah sirih. Karena ia tidak ingin anaknya lahir tanpa seorang ayah.

Tapi aku tidak mungkin menikahinya saat ini, karena aku tidak ingin merusak rumah tangga ku dengan istri dan anak-anak ku. Biar bagaimana pun keluarga ku rasanya jauh lebih penting untuk di pertahankan.

Dalam kebingungan ku, aku pun akhirnya meninggalkan Sari sendirian. Aku sengaja menghilang. Aku blokir nomor Sari dari ponsel ku, aku blokir semua nomor baru yang masuk ke handphone ku.

Aku tidak ingin bertanggungjawab atas perbuatan ku pada Sari, meski pun itu semua terjadi bukan karena kesalahan ku sendiri. Sari juga menginginkan hal tersebut.

Tapi aku tidak mungkin menikahinya walau dengan cara dan alasan apa pun.

Hampir sebulan aku tak pernah lagi bertemu dengan Sari. Aku benar-benar pergi darinya. Beruntunglah selama kami berhubungan, Sari tidak pernah tahu dimana alamat rumah atau pun kantor tempat aku bekerja.

Namun setelah sebulan, sebuah kabar pahit pun datang padaku. Di sebuah berita di sebutkan bahwa seorang karyawan mini market di temukan tewas bunuh diri di kamar kost nya. Dan orang itu ternyata adalah Sari.

Aku merasa terpukul mendengar kabar itu. Tak pernah aku sangka kalau Sari akan nekat melakukan hal tersebut.

Pihak berwajib pun kemudian melakukan penyelidikan atas kematian Sari. Dan ternyata sebelum melakukan tindakan nekat itu, Sari sudah menulis pesan di kamar kost nya. Pesannya itu ditujukan padaku.

Berdasarkan pesan tersebutlah, pihak berwajib pun berhasil menangkap ku.

Aku akhirnya harus menanggung akibat dari perbuatanku. Kini istri ku juga sudah tahu semua kisah ku bersama Sari. Karena untuk meringankan hukuman ku, aku memang harus menceritakan secara jujur tentang apa yang terjadi antara aku dan Sari.

Setelah melalui beberapa kali persidangan, aku pun akhirnya harus masuk bui. Aku memang harus menerima akibat dari perbuatanku. Aku yang tadinya tidak mau bertanggungjawab, saat ini aku tidak bisa lagi lari dari semua itu.

Mungkin memang lebih baik seperti ini. Karena memang pada akhirnya, sesuatu yang salah pasti akan mendapatkan pembalasannya.

Semoga hukuman yang aku terima ini, bisa memberikan pelajaran berharga bagiku, agar aku lebih berhati-hati lagi dalam melangkah. Dan semoga aku bisa menjadi orang yang lebih baik lagi ke depannya.

Ya semoga saja!

****

Cari Blog Ini

Layanan

Translate