Sopir pribadi ku

Nama ku Elsa. Usia ku sudah 35 tahun saat ini, dan aku sudah menikah. Aku juga sudah punya dua orang anak saat ini.

Suami ku namanya mas Ryan, usianya sudah hampir 40 tahun sekarang. Mas Ryan adalah seorang pengusaha yang sangat sukses.

Aku menikah dengan mas Ryan, pada saat usia ku masih 24 tahun, dan mas Ryan sudah berusia 29 tahun saat itu. Kami menikah atas dasar saling cinta dan suka sama suka. Kami bahkan sempat pacaran selama kurang lebih 2 tahun, sebelum akhirnya kami memutuskan untuk menikah.

Mas Ryan memang sudah kaya sejak dulunya. Ia anak tunggal dari seorang pengusaha kaya. Saat ini pun mas Ryan sebenarnya, sedang melanjutkan usaha keluarganya tersebut.

Sedangkan aku saat itu, hanyalah seorang gadis desa yang merantau ke kota, dan berusaha berjuang untuk bisa mendapatkan hidup yang layak.

Aku memang sempat kuliah dan berhasil lulus dengan hasil yang terbaik. Hingga aku bisa mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan, sebagai karyawan biasa, dengan gaji yang masih pas-pasan.

Sampai akhirnya aku bertemu mas Ryan. Kami saling tertarik dan akhirnya saling jatuh cinta.

Hubungan kami awalnya, tentu saja ditentang oleh kedua orangtua mas Ryan. Tapi pada akhirnya mas Ryan berhasil meyakinkan mereka, kalau aku adalah wanita yang cocok untuk mendampingi hidupnya.

Kami pun akhirnya menikah, dengan sebuah pesta yang sangat meriah. Di hadiri oleh para tamu dari kalangan atas. Tapi tidak ada satu pun dari keluarga ku di kampung yang diperbolehkan hadir, kecuali kedua orangtua ku.

Dengan semua drama 'si miskin dan si kaya' tersebut, aku mencoba untuk bisa menerima semua perlakuan tidak adil itu. Apa lagi, mas Ryan selalu berhasil untuk membuat ku tetap bertahan.

Setelah menikah, kami pun pindah ke rumah kami sendiri, yang mas Ryan beli sebagai hadiah pernikahan kami. Walau sebenarnya aku yang meminta mas Ryan agar segera pindah rumah setelah kami menikah. Karena aku pasti sangat tidak tahan, hidup bersama mertua yang tidak terlalu menyukai ku.

Namun apa pun itu, aku bahagia bisa menikah dengan mas Ryan. Bukan karena ia punya kehidupan yang mewah, tapi karena memang aku sangat mencintainya, dan aku juga tahu kalau mas Ryan juga mencintai ku.

Aku dan mas Ryan memulai hidup baru, di sebuah rumah mewah dengan segala perlengkapannya yang mewah pula. Bahkan kami punya beberapa orang pembantu di rumah tersebut, beserta seorang sopir pribadi keluarga kami.

Mas Ryan memang tak pernah memberi aku kepercayaan penuh untuk membawa mobil sendiri, jika aku harus keluar rumah. Karena itu, ia memberi ku seorang sopir pribadi, untuk bisa mengantarkan aku kemana pun aku ingin pergi.

****

Bertahun-tahun pernikahan ku dengan mas Ryan berjalan dengan sangat lancar. Aku merasa bahagia dengan semua itu. Hidup yang aku jalani saat itu, adalah impian bagi hampir setiap wanita di dunia ini.

Punya suami tajir dan tampan, memiliki dua orang anak yang lucu dan pintar. Apa pun yang aku inginkan selalu tersedia. Aku bahkan tidak diperbolehkan untuk bekerja. Semua urusan dapur dan beres-beres rumah, sudah ada pembantu yang menyelesaikannya.

Untuk urusan anak-anak ku, sudah ada babysitter yang mengurusnya. Aku merasa hidup bagai seorang ratu, yang hampir sudah punya segalanya.

Namun setelah hampir delapan tahun menikah, dan anak pertama ku sudah berusia 7 tahun sedangkan anak bungsu ku sudah berusia 4 tahun, aku mulai merasa ada yang kurang dalam hidup ku.

Sesuatu yang sebenarnya sudah aku rasakan sejak lama, bahkan sejak di tahun awal-awal kami menikah. Sesuatu yang aku sebut 'kesepian'.

Yah... meski pun hidup ku bergelimang harta, tapi aku sering merasa kesepian. Aku sering merasa sendiri dan hampa. Karena jujur saja, sejak awal menikah, suami ku lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Di tempat kerjanya.

Mas Ryan, memang lebih sering tidak berada di rumah, karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan ia juga sering, tidak pulang selama beberapa hari, karena harus bekerja di luar kota dan juga luar negeri.

Awalnya aku coba mengerti, karena semua yang mas Ryan lakukan adalah untuk ku dan anak-anak. Namun bukan hanya materi yang aku butuhkan dari mas Ryan. Sebagai seorang istri, aku juga butuh perhatian dan kasih sayangnya.

Aku tahu, kalau mas Ryan sebenarnya sangat mencintai ku. Namun caranya mencintai ku, tidak seperti yang aku harapkan. Aku ingin mas Ryan lebih punya banyak waktu untuk ku dan anak-anak. Aku ingin mas Ryan, lebih sering berada di rumah.

Kadang aku iri melihat pasangan suami istri yang sering jalan-jalan berdua. Sering liburan bersama keluarga.

Namun mas Ryan berbeda, ia bahkan hampir tidak pernah mengajak aku dan anak-anak liburan. Kalau pun harus liburan, biasanya aku hanya bersama anak-anak dan pembantu. Mas Ryan lebih menunjukan rasa cintanya, dengan memberi aku materi yang berlimpah.

Aku jadi sering merasa kesepian, terutama di malam hari. Aku sering menangis sendiri, mengingat itu semua. Aku merasa istri yang terabaikan.

Aku pernah menyampaikan hal tersebut kepada mas Ryan, namun ia justru memarahi ku, dan menganggap aku tidak mendukung atas semua usahanya tersebut. Hingga pada akhirnya, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, selain mencoba menjalani semuanya dengan lapang dada.

Aku nikmati sepi ini, dengan tetap berusaha berpikir positif. Aku coba menguatkan diri ku sendiri. Setidaknya aku masih punya anak-anak, dan kehidupan yang mewah.

Tapi biar bagaimana pun, aku ini hanyalah seorang wanita biasa. Aku juga butuh kasih sayang dan perhatian, terutama dari seorang laki-laki. Setidaknya dari suami ku sendiri. Meski hal itu sangat sulit untuk aku dapatkan.

****

Kesepian ku semakin lama semakin terasa menyiksa bagi ku. Apa lagi akhir-akhir ini mas Ryan semakin jarang pulang ke rumah. Sekali pun ia pulang, itu pun hanya untuk beristirahat sejenak, lalu pergi lagi. Aku baginya hanyalah sebuah hiasan, yang hanya ia pandang, tanpa ada keinginannya untuk menyentuh.

Aku mulai merasa terabaikan. Kesepian ku kian memuncak dan kelam.

Hingga akhirnya semua itu terjadi....

Yah... entah dari mana semua itu berawal. Namun yang pasti, aku akhirnya sebuah kesalahan. Kesalahan yang sangat besar dan fatal.

Namanya David. Dia sopir baru keluarga kami. Usianya baru sekitar 28 tahun. David sudah bekerja selama kurang lebih setahun bersama kami, semenjak sopir lama kami mengundurkan diri, karena sudah cukup tua.

David seorang pemuda yang berwajah lumayan tampan, dengan postur tubuhnya yang kekar dan terlihat sangat proporsional. Seorang laki-laki ramah dan murah senyum.

Awalnya, aku tidak begitu memperhatikan David. Bagiku ia hanyalah seorang sopir. Dan kebetulan juga, mas Ryan lah yang memperkerjakan David bersama kami, karena masih ada hubungan keluarga katanya.

Namun semakin sering menghabiskan waktu bersama David, diam-diam aku mulai memperhatikannya. Entah mengapa, aku merasa tertarik, untuk mengenal David lebih jauh lagi. Apa lagi selama ini, aku memang jarang dekat dengan seorang laki-laki.

Mas Ryan adalah pacar pertama ku, setelah menikah dengannya, aku tak pernah lagi mengenal dekat seorang laki-laki dalam hidup ku. Dan kehadiran David mampu membuatku merasa tergugah, untuk lebih dekat dengannya.

Aku menyadari, semua itu terjadi, karena mas Ryan yang sangat jarang berada di rumah. Apa lagi mas Ryan juga sangat jarang memuji ku apa lagi memanjakan ku, seperti awal-awal pernikahan kami dulu.

Aku tahu, itu bukan alasan, tapi rasa sepi ku benar-benar sudah tidak bisa aku bendung lagi. Dan kehadiran David yang masih muda, penuh perhatian dan ramah, membuat aku tak bisa menolak kehadirannya dalam pikiran ku yang sepi.

Apa lagi, aku juga sering menghabiskan waktu bersama David. Saat ia mengantarku berbelanja, saat ia mengantarku pergi arisan, atau pun saat ia mengantar dan menjemput anak-anak ke sekolah bersama ku.

David juga tinggal serumah dengan kami. Hal itu semakin membuat aku punya banyak kesempatan, untuk sekedar mengobrol dengannya.

David mampu menghiburku. Ia mampu mengusir rasa sepi ku. Tawa ku yang sempat hilang, karena selalu merasa kosong, tiba-tiba terdengar renyah kembali, dengan segala keluguan dan kelucuan yang David ciptakan untuk sekedar menghibur ku.

Aku terlena dengan semua itu. Aku mulai terhanyut dengan perasaan ku terhadap David. Pelan-pelan aku mulai mengaguminya. Ada perasaan suka menyelinap masuk ke relung hati ku yang sepi.

Rasa itu, kian lama kian berkembang. Aku tak bisa lagi membendungnya. Aku tak bisa berhenti untuk tidak memikirkan David, terutama saat malam menjelang tidur.

Wajah tampan dan tubuhnya yang gagah, selalu menghiasi fantasi liar ku. Aku terjebak dalam rasa suka yang tidak bisa aku kendalikan. Aku merasa nyaman saat bersama David. Hidupku jadi lebih berwarna karena kehadirannya.

Lalu salahkah aku, bila aku katakan aku telah jatuh cinta padanya? Salahkah aku jika pada akhirnya, ada rasa ingin memilikinya tumbuh begitu besar di hati ku? Salahkah aku jika aku ingin selalu bersamanya?

Karena hanya bersamanya aku merasa tenang dan damai. Hanya bersama aku bisa menjadi diri ku sendiri. Hanya bersamanya, aku bisa merasakan keindahan hidup.

****

Pada akhirnya, aku tidak bisa lagi memendam semua itu. Aku tidak ingin menutupinya lagi. Aku ingin David tahu, kalau aku mencintainya. Aku ingin David tahu, kalau aku menginginkannya.

Hingga akhirnya, aku pun memberanikan diri, untuk mengungkapkan semuanya kepada David secara blak-blakan. Aku ungkapkan semuanya kepada David. Dan dengan sedikit memohon, aku berharap David bisa menerima ku.

Dan sungguh di luar dugaan ku, tidak penolakan sedikit pun dari David. Dia menyambutkan dengan penuh kehangatan. Dia memberikan semua yang aku butuhkan darinya. Kasih sayang, perhatian dan cinta.

Aku yang selama ini, seperti bunga yang layu, karena tak pernah disirami, kini seakan mekar kembali. Aku yang selama ini, ibarat sumur yang kering, kini telah kembali basah, dengan air yang melimpah.

Aku tumpahkan semua kesepian ku kepada David. Aku berikan semuanya. Aku buka hatiku lebar-lebar, untuk menyambut kehadiran David yang begitu indah. Dan aku merasa sangat lega.

Segala kesepian seakan sirna seketika. Segala kehampaan ku seakan lebur menjadi satu dalam sebuah keindahan cinta yang aku persembahkan hanya untuk David.

Aku biarkan David membawa ku berlayar dalam kidung cinta yang indah. Aku menjadi sedikit liar bersama David. Mengingat sudah sangat lama, aku tak pernah lagi merasakan hal tersebut.

Dan aku terlena, terpukau dan sangat terkesan. Karena apa yang David berikan, jauh lebih indah dari apa yang pernah aku rasakan bersama mas Ryan. David benar-benar memanjakan ku dengan cara yang sangat indah.

****

Aku dan David menjalin hubungan secara diam-diam. Kami pacaran, dan sama-sama dilanda asmara. Cinta kami menyatu. Hati kami saling mengikat. Dan aku menemukan kebahagiaan lain bersama David.

Berbulan-bulan hubungan ku bersama David terjalin dengan indah. Berbulan-bulan aku merasakan semua keindahan tersebut. Dan aku merasa sangat terlena dengan semua itu.

Hingga aku merasa, seolah-olah aku bukan lagi istri dari seorang suami. Cinta ku kepada David benar-benar membuat aku lupa, akan status ku saat ini. Aku tak peduli lagi, sekali pun mas Ryan hanya pulang sekali sebulan. Aku tak peduli.

Semakin mas Ryan tidak ada di rumah, aku semakin merasa aman. Aku semakin punya banyak kesempatan untuk bisa menghabiskan waktu berdua bersama David.

Namun, tidak ada kesalahan yang akan lepas dari yang namanya hukuman. Tidak ada kesalahan yang tidak akan mendapatkan imbalannya. Semua pasti ada resikonya. Sepandai apa pun aku menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga.

Ketika pada suatu malam, mas Ryan pulang ke rumah tanpa mengabari ku. Ia akhirnya memergoki ku bersama David di dalam kamar, yang pintunya hampir selalu lupa aku kunci. Mas Ryan dapat melihat dengan jelas apa yang sedang kami lakukan.

Aku kaget, David juga. Kami sama-sama panik dan segera saling menjauh. Namun mas Ryan sudah terlanjur melihat perbuatan kami. Ia terlihat sangat marah.

Dengan spontan mas Ryan berlari mengejar David. Sebuah pukulan mendarat di wajah David yang sudah pucat pasi tersebut. Tak berhenti hanya sampai disitu, belum sempat David memutar kepala kembali, pukulan kedua pun mengenai dagu nya, dilanjutkan dengan pukulan selanjutnya.

Saat David akhirnya terjerembab ke bawah, mas Ryan mulai menggunakan kakinya, untuk memberikan tendangan keras ke bagian perut David. David terjerit beberapa kali. Aku juga. Aku turut histeris melihat itu semua.

Tapi mas Ryan tak berniat untuk berhenti. Setelah merasa puas melampiaskan kemarahannya kepada David, ia berpindah mendekati ku. Sebuah tamparan tajam mengenani pipi ku yang sudah basah oleh air mata sejak tadi.

Aku terjerit lagi. Tapi mas Ryan tak peduli, ia kembali melayangkan tangannya padaku. Beberapa kali. Sambil terus mengucapkan segala sumpah serapahnya kepada kami berdua. Dan kami tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali hanya saling menjerit.

Hingga akhirnya, seorang pembantu masuk dan mencoba menenangkan mas Ryan. Meski tak mudah, pembantu itu pun berhasil membawa mas Ryan untuk keluar dari kamar tersebut, yang memberi kami kesempatan untuk segara keluar dari sana.

Kejadian malam itu, begitu cepat dan begitu menyakitkan. Aku tidak pernah menduganya sama sekali. Mas Ryan memang layak untuk marah. Dan kami juga sangat layak untuk di perlakukan demikian. Bahkan lebih dari itu.

****

Akhirnya, mas Ryan mengusir aku dan David dari rumah tersebut. Ia tak pedulikan permohonan maaf kami berdua. Dan aku menyadari, kalau kami memang tidak pantas untuk mendapatkan maafnya.

Dengan sangat terpaksa aku dan David pun harus pergi dari rumah tersebut, sebelum mas Ryan berubah pikiran dan memperpanjang persoalan itu. Kami memang harus pergi.

Aku menyadari kalau kesalahan ku sangatlah fatal. Dan aku harus menerima semua hukumannya. Aku harus meninggalkan semua kehidupan mewah yang telah aku jalani selama bertahun-tahun. Dan lebih parah lagi, aku juga harus kehilangan anak-anak ku.

Mas Ryan tidak memperpanjang persoalan tersebut, dia hanya ingin kami pergi untuk selamanya, dan tidak pernah kembali lagi. Dan dia juga tidak akan mengizinkan aku untuk bertemu anak-anak ku lagi.

Aku memutuskan untuk kembali ke rumah orangtua ku di kampung, tanpa berani menceritakan apa yang telah terjadi. Aku hanya terdiam seribu bahasa, saat ibu dan ayahku mencoba mewancarai ku. Aku belum siap untuk bercerita kepada mereka, atas kesalahan ku tersebut.

Sementara, aku tak tahu lagi, bagaimana kabar David saat ini. Aku memutuskan untuk tidak lagi bertemu dengan David. Aku memutuskan untuk mengakhiri semuanya.

Kini aku hanya hidup dalam penyesalan yang tak berujung. Aku telah kehilangan semuanya. Kehidupan ku dan juga anak-anak ku. Hanya karena aku tidak bisa menahan diri, dari pahitnya rasa sepi.

Mungkin aku memang salah, karena lebih memilih mencari cara lain untuk menghilangkan kesepian ku selama ini. Seharusnya aku tidak melakukan hal tersebut. Seharusnya, aku lebih memilih, untuk membicarakannya lebih dalam bersama mas Ryan.

Tapi semua sudah terjadi. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Aku hanya bisa pasrah. Ini adalah hukuman yang pantas aku terima atas semua kesalahan ku.

Apa lagi tak lama kemudian, mas Ryan pun melayangkan surat cerai padaku. Dan dengan kekuasaannya, ia berhasil membuat hak asuh kedua anak-anak kami, jatuh sepenuhnya ke tangannya. Yang berarti aku tidak bisa lagi bertemu dengan anak-anak ku, apa pun caranya.

Aku tak bisa melawan hal tersebut. Aku tak punya kuasa akan hal itu. Aku hanya seorang wanita desa, yang mencoba mencari kebahagiaan dengan cara yang salah. Dan apa pun cerita ku, di mata orang-orang aku sudah pasti menjadi orang yang paling bersalah.

Aku juga tidak berniat untuk membenarkan diri. Mengingat hal itu memang sudah tidak penting lagi sekarang. Seperti apa pun aku berusaha untuk membenarkan tindakan ku, aku tetap berada di posisi yang dipersalahkan dalam hal ini.

Aku hanya berharap, semoga aku bisa melupakan semuanya. Aku hanya berharap, semoga aku bisa memperbaiki diri, dan menjadi orang yang lebih baik lagi. Semoga semua kejadian ini, mampu memberi pelajaran yang berharga dalam hidup ku.

Yah... semoga saja...

****

Simak kisah menarik lainnya :

Saat suami di penjara 

Bersama mama teman ku

Mama Muda (part 2)

Mama Muda (part 1)

Akibat kawin kontrak

Saat suami ku di penjara

Nama ku Hannah. Panggil aja begitu. Meski itu bukan namaku yang sebenarnya.

Aku seorang perempuan yang sudah menikah saat ini. Aku juga sudah punya seorang anak perempuan dari hasil pernikahan ku dengan mas Derry.

Mas Derry adalah suami ku, yang berusia hanya lebih tua satu tahun dari ku.

Kami menikah sekitar 15 tahun yang lalu. Atas dasar saling cinta tentunya.

Perjalanan hidupku amatlah rumit. Dan aku membenci itu semua kadang-kadang. Bukan karena aku tidak mensyukuri hidup ini. Namun hampir tidak ada satu pun hal yang terjadi dalam hidupku, yang bisa membuat aku merasa beruntung terlahir ke dunia ini.

Istilah 'perempuan baik-baik untuk laki-laki baik-baik' sangatlah melekat dalam kisah ku ini. Tapi justru yang terjadi padaku justru sebaliknya. Karena aku bukanlah 'perempuan baik-baik', maka laki-laki yang datang padaku juga bukan 'laki-laki baik-baik'.

Aku seorang yatim piatu. Ayahku meninggal pada saat aku masih berusia 5 tahun. Sedangkan ibu ku, meninggal saat aku sudah berusia 12 tahun. Masih cukup kecil sebenarnya, untuk mengerti arti sebuah kehilangan.

Namun yang pasti, sejak kedua orangtua ku meninggal, aku mulai hidup terlunta-lunta. Tanpa arah. AKu tumbuh tanpa kedua orangtua ku. Dan hal itu cukup membuat aku jadi anak yang hampir tidak punya aturan dalam hidup.

Aku punya seorang kakak cowok. Usianya lima tahun lebih tua dari ku. Tapi, kakak ku juga bukan laki-laki baik-baik. Kehilangan orangtua memang membuat kami berdua, juga kehilangan arah. Kehilangan pegangan, dan juga kehilangan semangat hidup.

Beruntunglah kedua orangtua kami masih meninggalkan sebuah rumah kecil untuk tempat kami tinggal, sehingga kami tidak perlu menjadi gelandangan. Meski pun untuk makan kami sehari-hari, terkadang kami harus mengemis.

Tumbuh tanpa orangtua yang lengkap, membuat kami menjadi salah jalan. Kakak ku hanya bisa sekolah sampai lulus SMP, sedangkan aku, hanya lulus SD. Sehingga, untuk mencari pekerjaan pun, bagi kami sangatlah sulit.

Tiga tahun setelah ibu ku meninggal, kakak harus masuk penjara, karena tertangkap maling di sebuah rumah orang kaya. Dan sejak saat itu pula, aku terpaksa menjani hidup ini sendirian.

Aku pernah mencoba bekerja menjadi pembantu di rumah seorang juragan kaya. Namun aku hanya mampu bertahan beberapa bulan. Karena sang juragan, sering melecehkan ku. Dan akhirnya aku pun kabur dari rumah tersebut.

Bertahun-tahun aku hidup di jalanan, terlunta-lunta tak tentu arah. Mengemis, mengamen dan berbagai pekerjaan memalukan lainnya yang aku lakukan, demi untuk bisa bertahan hidup.

Sampai akhirnya aku bertemu mas Derry. Seorang laki-laki yang ternyata mampu membuat aku merasa nyaman. Kami saling jatuh cinta.

Mas Derry bukan orang kaya, dia sama jahatnya dengan ku. Orang-orangnya menyebutnya seorang preman. Tapi aku gak peduli waktu itu. Karena dari sekian banyak orang yang aku kenal, hanya mas Derry yang benar-benar perhatian padaku. Sebuah perhatian yang sudah sangat lama tidak aku rasakan.

Kami memutuskan untuk menikah. Dan kami sama-sama berjanji untuk berubah. Meski pun pada waktu itu, usia ku masih 20 tahun, dan mas Derry sendiri juga masih 21 tahun. Tapi ia berjanji, akan membuat aku bahagia.

Aku tahu, mas Derry bukanlah laki-laki baik-baik. Dia suka mabuk-mabukan dan judi. Tapi aku yakin, jika sudah menikah, dia akan berubah. Dan lagi pula, aku juga bukan perempuan baik-baik. Jadi, setuju tidak setuju, kami adalah pasangan yang cocok waktu itu.

Setelah menikah, kami tinggal di rumah peninggalan orangtua ku, dan memulai hidup baru. Mas Derry sudah tidak mabuk-mabukan lagi, apa lagi judi. Ia benar-benar menepati janjinya untuk berubah. Aku juga mulai memperbaiki diri. Mencoba menjadi istri yang baik.

Dengan modal seadanya dan juga nekat, kami pun membuka usaha jualan ayam geprek di depan rumah. Meski pun awalnya hal itu tidak mudah, namun kami tidak pernah mau menyerah. Kehidupan keras yang pernah sama-sama kami lalui, membuat kami cukup kuat menghadapi itu semua.

Sampai akhirnya anak pertama kami lahir. Kami beri ia nama Amelia Putri. Kami berharap ia bisa menjadi keburuntungan dalam hidup kami kelak.

****

Lima tahun usia anak kami, Amel. Begitu kami memanggilnya. Sudah hampir enam tahun pula, usia pernikahan kami. Dan selama itu, semuanya baik-baik saja, meski secara ekonomi, hidup kami masih sering kekurangan.

Aku mencoba menikmati kebahagiaan sederhana tersebut. Mencoba menata hidup kami pelan-pelan. Hingga akhirnya, usaha ayam geprek kami pun mulai berkembang. Penghasilan kami pun mulai meningkat. Bahkan kami sudah mampu membayar seorang pekerja, untuk membantu kami berjualan.

Aku mulai bersyukur dengan keadaan tersebut. Aku mulai merasa makna hidup yang sebenarnya. Punya suami yang penyayang, punya anak yang lucu dan cantik, serta punya usaha cukup menghasilkan. Maka, nikmat mana lagi yang akan aku dustakan.

Namun hidup tidak semudah itu. Tidak. Hidup seperti itu terlalu gampang. Seperti sebuah kalimat populer mengatakan, bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Semua pasti ada akhirnya.

Dan kebahagiaan singkat ku tersebut pun berakhir, saat aku mulai merasakan, ada perubahan besar yang terjadi dengan suami ku, mas Derry.

Dia berubah. Mungkin karena kehidupan kami sudah mulai membaik. Dan kebiasaan lamanya terulang kembali. Mas Derry jadi sering keluyuran malam. Ia jadi sering pulang dalam keadaan mabuk.

Aku berusaha menegurnya. Namun setiap kali aku menegurnya, setiap kali pula pertengkaran diantara kami mencuat. Rumah kami jadi tidak harmonis lagi. Aku jadi kehilangan kepercayaan pada mas Derry.

Dia berubah. Bahkan uang hasil penjualan ayam geprek kami, ia habiskan semuanya. Untuk minum-minum dan juga untuk berjudi.

Setiap kali aku berusaha mencegahnya, setiap kali pula, tangan kasarnya mendarat di pipi ku. Kami jadi semakin sering bertengkar. Rumah tangga kami kacau. Hatiku hancur. Aku masih tak percaya kalau mas Derry akan berubah sedrastis itu.

Aku jadi tidak tahan sendiri, melihat semua tingkah mas Derry. Dia bukan hanya menghabiskan uang hasil usaha kami. Dia juga sering memukul ku. Dan lebih parah lagi, sekarang mas Derry sudah berani terang-terangan mengajak teman-temannya ke rumah, untuk mabuk bersama.

Dia sudah tidak menghargai ku lagi. Dia tidak pernah memikirkan perasaan anaknya yang mulai tumbuh besar. Mas Derry sudah tidak bisa di beri toleransi lagi. Dan aku tidak akan tinggal diam. Aku tidak tahan hidup bersama suami yang pemabuk dan suka bertindak semena-mena terhadapku.

Aku pun mulai mengambil tindakan. Aku melaporkan semua perbuatannya pada pihak berwajib. Mulai dari ia yang sering memukuli ku, sering mabuk-mabukan di rumah dan juga sering menghabiskan uang hasil usaha kami.

Laporan ku di terima, karena aku punya bukti yang kuat. Bekas-bekas tamparan mas Derry cukup membuat pihak berwajib, untuk segera bisa bertindak. Hingga akhirnya, mas Derry benar-benar ditangkap. Bukan hanya karena tindakan kasarnya padaku, tapi juga karena ia sering mabuk-mabukan dan berjudi.

Semua kesalahannya, mampu membuat ia bertahan di penjara selama bertahun-tahun. Dan, entah mengapa, aku merasa sedikit lega.

Meski jujur saja, ada rasa penyesalan akan hal tersebut. Biar bagaimana pun, mas Derry adalah suami ku, ayah dari anak ku. Sebagai seorang wanita, aku masih merasa membutuhkannya. Mas Derry juga pernah menjadi laki-laki terbaik dalam hidupku.

Namun semua memang harus terjadi. Mas Derry mungkin butuh pengajaran yang lebih, agar ia bisa berubah kembali. Tapi, aku tidak lagi mengharapkan itu semua. Mau mas Derry akan berubah atau tidak, aku sudah tidak peduli. Aku merasa lebih aman, jika tidak lagi bersamanya.

****

Aku mencoba menjalani kehidupan ku sendiri, bersama anak ku satu-satunya. Meski pun aku dapat merasakan, bahwa betapa terpukulnya Amel, saat ia tahu, kalau sekarang ayahnya sudah di dalam penjara. Ia pun jadi di kucilkan oleh teman-temanya, karena hal tersebut.

Tapi aku yakin, Amel anak yang kuat. Ia pasti bisa melewati itu semua. Seperti halnya aku dulu, yang tumbuh tanpa seorang ayah.

Karena kasus suamiku, kini usaha ku pun jadi turut merosot. Orang-orang sudah tidak mau lagi berbelanja di tempat ku. Usaha ku pun jadi kembang kempis. Hal itu membuat aku jadi sedikit linglung. Sementara aku semakin butuh biaya banyak. Apa lagi Amel sekarang sudah mulai masuk sekolah.

Hidupku kembali terasa kacau. Semuanya kembali berantakan. Aku kembali menemukan diriku yang dulu. Hilang arah. Hilang pegangan. Dan aku hancur. Berantakan.

Aku mencoba bertahan, meski keadaan tak pernah benar-benar berpihak padaku. Tapi aku harus tetap berjuang, setidaknya demi anak ku, Amel. Hanya dia satu-satunya, yang membuat aku tetap kuat. Hanya dia yang membuat aku jadi merasa sedikit punya tujuan.

Aku terus berjuang, meraih kembali kepercayaan orang-orang. Mengharapkan belas kasihan mereka, karena aku adalah istri yang teraniaya. Dan aku butuh dukungan, untuk bisa pulih kembali.

Meski tak mudah, orang-orang mulai bersimpati lagi padaku. Apa lagi setelah melihat aku berusaha membesarkan anak ku sendirian. Usaha ayam geprek ku, mulai laris kembali. Penghasilan ku pun mulai bertambah. Hidup mulai membaik.

Aku berusaha untuk memberikan kasih sayang yang utuh untuk Amel. Memberikannya sekolah yang layak. Mendidiknya sebaik mungkin. Meski pun aku tahu, terkadang Amel sangat merindukan ayahnya. Tapi tak pernah sekali pun, aku coba mengjenguk mas Derry di penjara. Aku tidak ingin bertemu dengannya lagi, begitu pun aku tak ingin ia bertemu dengan Amel.

Aku bahagia dengan semua itu. Meski pun menjalani kehidupan tanpa suami, bukanlah hal yang mudah. Apa lagi di usia ku yang masih cukup muda saat itu. Tapi setidaknya, kehidupanku sudah cukup membaik. Dan hal itu sudah cukup untuk membuat aku merasa bahagia.

Namun, sekali lagi, hidup tak pernah sesimple itu. Hidup tak pernah semudah itu. Selalu saja ada kejadian, yang membuat aku jadi salah langkah.

Berawal dari perkenalan ku dengan seorang berondong manis di media sosial. Seorang laki-laki muda, namanya Angga. Usianya masih 22 tahun.

Saat itu, sudah sudah hampir sepuluh tahun, aku menjalani hidup sendiri tanpa suami. Mas Derry tak pernah lagi ku dengar kabar tentangnya. Terakhir yang aku tahu, ia kembali masuk penjara karena ulahnya ikut merampok di sebuah rumah mewah. Padahal waktu itu, ia baru keluar dari penjara.

Aku memang sudah tidak peduli lagi dengan mas Derry. Bagi ku ia hanyalah sepenggal cerita di masa lalu ku. Apa lagi setelah aku tahu, kalau penjara ternyata pun tidak mampu mengubahnya.

Mas Derry pernah beberapa kali mencoba untuk menemui ku, saat ia sudah keluar penjara, sebelum akhirnya ia masuk lagi. Tapi aku selalu menolak kedatangannya, dan berusaha agar ia tidak bisa bertemu dengan Amel.

Setelah aku tahu, kalau mas Derry kembali masuk bui. Aku pun mulai merasa sedikit lega. Setidaknya ia tidak lagi punya kesempatan untuk bisa merebut Amel dari ku. Hanya itu yang ingin aku pertahankan.

Aku pun mulai berpikir untuk menikah lagi. Setidaknya untuk mencegah, agar mas Derry tidak akan lagi mengusik kehidupan ku, jika nanti suatu saat ia keluar dari penjara. Selain itu, aku juga masih 35 tahun saat ini. Masih cukup muda. Dan aku masih butuh belaian seorang laki-laki.

Karena itu, aku pun mulai bermain media sosial. Selain untuk mempromosikan dagangan ku, aku juga sekalian mencari kenalan. Siapa tahu, ada yang cocok untuk aku jadikan suami. Setidaknya begitulah harapan ku saat ini.

Dan dari situlah aku berkenalan dengan Angga. Laki-laki muda yang aku ceritakan tadi. Seorang berondong, yang masih berusia 22 tahun.

Angga yang memulai sebenarnya. Ia yang mengirim pesan padaku duluan, ia juga yang akhirnya mengajak aku berkenalan. Meski pun aku tahu, kalau Angga, masih sangat muda. Tapi aku tetap membuka peluang untuk sekedar berkenalan dengannya.

Sampai akhirnya kami pun ketemuan, itu pun Angga juga yang meminta.

Semakin lama, kami pun semakin akrab dan dekat. Angga bahkan dengan terang-terangan, memperlihatkan ketertarikannya padaku. Aku berusaha memberi pengertian pada Angga, tentang status ku dan juga tentang jarak usia kami yang cukup jauh.

Tapi sepertinya, Angga sudah tidak peduli akan hal tersebut. Ia terus berusaha untuk membuat aku bisa menerima kehadirannya. Sampai akhirnya, aku benar-benar luluh.

Jujur saja, meski pun masih cukup muda. Angga sudah cukup dewasa dalam berpikir. Ia juga sosok laki-laki yang baik, penuh perhatian dan yang pasti secara fisik ia sangat menarik. Selain berwajah tampan, Angga juga memiliki postur tubuh yang proporsional. Gagah dan kekar.

Sebagai seorang wanita yang sudah lama hidup sendiri, aku tidak bisa memungkiri rasa ketertarikan ku pada Angga. Aku merasa nyaman bersamanya. Aku mulai menemukan kembali, kebahagiaan yang sudah lama hilang dalam hidupku. Apa lagi, Angga juga memberikan aku peluang yang besar untuk bisa bersamanya.

Akhirnya kami pun pacaran. Meski dengan perasaan ku yang masih ragu. Mungkinkah Angga akan sudi hidup bersama ku selamanya? Sementara ia tahu, kalau aku tidak lagi berusia muda.

Namun apa pun itu, Angga benar-benar memperlihatkan keseriusannya. Ia benar-benar ingin hidup bersama ku selamanya. Bahkan ia bersedia, jika aku mengizinkannya untuk menikahi ku.

Aku tahu, Angga masih muda. Dan ia belum punya pekerjaan tetap. Tapi, jika kami memang akan menikah, setidaknya aku juga sudah punya usaha sendiri. Dan aku yakin, Angga pasti bisa menjadi partner yang baik bagiku, untuk mengembangkan usaha ku tersebut.

****

Dan pada akhirnya, aku pun menyerah. Aku terima lamaran Angga untuk menikahi ku. Meski begitu banyak ocehan dan makian orang akan keputusan ku tersebut. Tapi aku tidak peduli, yang penting aku merasa bahagia.

Amel, anakku, sebenarnya tidak setuju. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Meski pun saat ini, Amel sudah berusia 15 tahun. Namun ia tidak pernah berani membantah apa yang sudah menjadi keputusan ku.

Aku dan Angga pun menikah. Kami saling mencintai. Setidaknya begitulah yang aku ketahui.

Seperti harapan ku, setelah menikah, Angga pun mulai membantu usaha ayam geprek ku. Kami bekerja sama. Meski pun usia Angga jauh lebih muda dariku, tapi aku berusaha memperlakukannya sebagai seorang suami, seorang pemimpin.

Kehidupan kami berjalan lancar akhirnya. Aku bahagia. Aku nikmati keindahan hidup tersebut, dengan perasaan suka dan damai. Aku akan berusaha menjadi istri yang baik untuk Angga. Dan semoga pernikahan kami bisa bertahan selamanya.

Namun, sekali lagi, untuk kesekian kalinya, hidup tak pernah semudah itu, terutama bagi ku. Kebahagiaanku tak pernah utuh. Kebahagiaan ku tak pernah mampu bertahan lama dalam hidupku. Selalu saja ada hal yang membuat aku kembali terluka.

Yah... setahun pernikahan dengan Angga. Meski pun awalnya semuanya baik-baik saja. Namun pada akhirnya semua kembali menjadi berantakan.

Ketika pada akhirnya, aku tahu, kalau ternyata diam-diam, Angga dan Amel menjalin hubungan di belakang ku. Dan hal itu, membuat aku kembali hancur untuk yang kesekian kalinya.

Hubungan Angga dan Amel, aku ketahui, saat tak sengaja aku memergoki mereka berdua di dalam kamar, sedang melakukan hal yang tak semestinya mereka lakukan.

Aku marah. Kesal, kecewa, dan berbagai perasaan berkecamuk di pikiran ku saat itu. Sungguh itu semua di luar dugaan ku. Aku sama sekali tidak menyangka, kalau Angga akan tega berbuat seperti itu.

Mungkin luka ku tidak akan begitu parah, kalau seandainya Angga mengkhianati ku perempuan lain. Tapi kenyataannya, ia melakukan hal tersebut dengan Amel, anak ku sendiri. Sungguh aku tak percaya, kalau Angga adalah seorang laki-laki biadab, yang tidak punya perasaan sama sekali.

Pada akhirnya aku mengusir mereka berdua dari rumah. Meski aku tidak tahu, siapa sebenarnya yang bersalah diantara mereka. Mungkinkah ini semua salah Amel, yang masih lugu dan polos, yang ia sendiri tahu pasti, kalau Angga adalah suami ku, ayah tiri nya?

Ataukah ini sebenarnya salah Angga, yang mampu memanfaatkan keluguan Amel, yang ia sendiri tahu, kalau Amel adalah anak ku, anak tirinya?

Atau mungkin sebenarnya ini adalah salah ku, yang menikahi seorang laki-laki muda, yang lebih pantas menjadi menantu ku.

Namun apa pun itu, seperti yang aku katakan dari awal, bahwa aku bukanlah perempuan baik-baik, dan tentunya juga akan bertemu dengan laki-laki yang tidak baik. Dan bahkan kedua laki-laki yang datang dalam hidupku, tidak ada satu pun yang mencerminkan seorang laki-laki baik-baik.

Kini, aku hanya bisa menyesali semua itu.

Meski aku sendiri tidak tahu, bagian mana dalam perjalanan hidupku yang paling aku sesali.

Entah bagian karena aku pernah menikah dengan mas Derry, dan melahirkan seorang anak seperti Amel?

Entah bagian karena aku membiarkan seorang Angga masuk ke dalam hidupku?

Entah bagian karena aku yang tidak bisa mendidik anak ku dengan baik?

Atau aku menyesali semua bagian dari hidup ku. Semuanya. Dan aku membenci hidup ini, dengan cara ku.

Aku membenci setiap kejadian yang pernah terjadi dalam hidup ku.

Aku membenci, ketika ayah ku pergi di saat aku masih belum mengerti arti diri ku bagi ku.

Aku membenci, ketika ibu ku pergi di saat aku masih sangat membutuhkannya.

Aku membenci, kakak ku, yang memilih untuk hidup berantakan, tanpa memperhatikan aku sedikit pun.

Aku membenci diri ku, yang hanyut dalam semua kekecewaan tersebut.

Kini... semuanya sudah tidak ada arti lagi bagi ku. Aku juga tidak tahu, harus melakukan apa saat ini.

Aku telah kehilangan semuanya. Bahkan aku juga telah kehilangan anak ku sendiri. Anak yang aku besarkan dengan susah payah. Anak yang aku didik dengan sebaik-baiknya. Namun tetap saja, buah memang tidak akan pernah jatuh jauh dari pohonnya.

Lalu siapa sebenarnya yang salah dalam hal ini? Siapa?

Dan aku hanya terpuruk disini. Sendiri.

Tanpa pernah bisa aku temukan jawabannya.

****

Cari Blog Ini

Layanan

Translate