Sejak kejadian malam itu, aku dan Aida pun semakin dekat dan akrab. Kami juga sudah saling bertukar nomor WA, dan juga sudah saling follow aku media sosial masing-masing.
Semenjak sudah punya nomor WA ku, Aida pun jadi sering menghubungiku. Sekedar menanyakan kabar, dan juga menanyakan kegiatan ku, hampir setiap harinya.
Dan bahkan Aida pernah beberapa kali mengajak aku makan malam berdua, saat aku libur kerja. Aida juga sangat terbuka padaku, terutama tentang masalah rumah tangga nya.
Aku pun sejujurnya, juga merasa senang akan hal tersebut. Aku merasa bahagia bisa menjadi dekat dengan Aida. Aku senang bisa menjadi pendengar yang baik baginya.
Hingga tanpa aku sadari, ternyata rasa kagum mulai tumbuh di hati ku untuk Aida. Aku jadi sayang padanya. Dan bahkan mungkin aku juga telah jatuh cinta padanya. Hampir setiap malam, aku selalu membayangkan senyum Aida yang manis, atau suaranya yang lembut.
Aku jadi sering rindu padanya, bila sehari saja tak jumpa dengannya, atau sekedar mendapat chat darinya. Sekarang, aku yang jadi sering berkirim pesan padanya. Sekedar bertanya kabar tentangnya, atau hanya sekedar basa-basi, untuk pelepas rindu ku padanya.
Aku tahu, kalau perasaan yang tumbuh di hati ku untuk Aida, adalah sebuah kesalahan. Biar bagaimana pun, Aida sudah menikah dan juga sudah punya dua orang anak. Tapi aku tidak bisa memungkiri itu semua. Perasaan telah berperan dalam kisah ku ini. Kisah yang aku sendiri tidak tahu, entah seperti apa akhirnya.
Namun yang pasti saat ini, aku merasa sangat bahagia, bisa menghabiskan hari-hari ku bersama Aida. Aku ingin selalu bersamanya. Meski pun kadang, aku jadi sering menelan ludah pahit, setiap kali aku mengingat asa ku tentang Aida. Asa untuk bisa memilikinya.
Cinta itu rumit. Dan saat ini, aku sedang terjebak dalam kerumitan cinta tersebut. Aku jadi dilema. Antara terus berjuang, atau mundur teratur, sebelum semuanya menjadi semakin dalam dan kacau.
Jika aku terus bertahan dengan tetap dekat dan menjalin pertemanan dengan Aida, itu artinya aku harus siap menanggung kekecewaan. Karena biar bagaimana pun, Aida jelas tidak akan mungkin bisa aku miliki.
Namun jika aku mundur, dan mulai menjaga jarak. Itu artinya, aku harus siap terluka, karena harus memendam perasaan ku dan belajar untuk melupakan orang yang telah membuat aku jatuh cinta.
Ah, cinta...
Mengapa harus menjadi serumit ini?
****
Dan sang waktu pun masih terus berputar, tanpa bisa dicegah atau pun di pacu. Aku masih dengan perasaan cinta ku terhadap Aida. Kami juga masih terus bersama, walau pun hubungan kami hanya sebatas teman biasa.
Hingga pada suatu saat, Aida sengaja mengajak aku malam malam berdua lagi, untuk kesekian kalinya. Tapi kali ini, terasa ada yang berbeda bagiku. Aida terlihat sedikit agak murung. Tidak seperti biasanya, wajahnya selalu di hiasi dengan senyum manisnya.
"ada apa, mbak Aida? Mbak Aida lagi ada masalah?" aku bertanya demikian akhirnya, setelah beberapa saat tadi pesanan kami datang.
"sebenarnya... ada yang ingin aku ceritakan sama kamu, Do. Tapi..."
"mbak cerita aja, gak usah merasa sungkan seperti itu. Saya siap mendengarkannya.."
"entah mengapa.. akhir-akhir ini, aku merasa kalau suami ku jadi semakin jarang berada di rumah. Setiap kali aku bertanya, ia selalu beralasan kalau ia lagi banyak kerjaan di luar kota. Padahal, menurut teman ku yang juga bekerja di kantornya, suami malah sebenarnya jarang ada kerjaan di luar kota."
"aku jadi curiga. Tapi.. aku tidak berani mengutarakan hal tersebut pada suami ku. Aku takut ia marah dan tersinggung..."
Begitu cerita Aida akhirnya.
"aku sangat menyayangi suami ku, meski pun ia sangat jarang berada di rumah. Dulu sebelum menikah, kami sempat pacaran selama dua tahun. Dulu, aku juga bekerja di kantor tempat suami ku bekerja saat ini. Dari situlah kami pun saling kenal."
"setelah beberapa bulan saling kenal, kami pun memutuskan untuk menjalin hubungan yang serius. Kami pacaran selama dua tahun, kemudian memutuskan untuk menikah. Namun suami ku tidak ingin aku bekerja lagi. Ia hanya ingin, agar aku menjadi ibu rumah tangga biasa saja."
"aku mencoba untuk mengikuti keinginan suami ku tersebut. Aku pun berhenti bekerja, setelah kami menikah. Pernikahan kami pun berjalan dengan sangat bahagia. Hingga kami sudah punya dua orang anak."
"namun entah mengapa, akhir-akhir ini, aku merasakan kalau suami mulai berubah. Sebagai seorang istri, aku dapat dengan jelas merasakan perubahan tersebut. Bahkan, suami ku sudah hampir dua bulan belakangan ini, tidak lagi pernah menyentuh ku."
"aku pernah coba untuk memintanya, tapi ia selalu beralasan, kalau ia sangat capek, dan tak ingin di ganggu. Aku mencoba untuk bersabar, menghadapi perubahan suami ku. Tapi... sebagai seorang wanita, dan juga sebagai seorang istri, tentu saja aku punya batas kesabaran, terutama untuk kebutuhan biologis ku."
Aida melanjutkan ceritanya dengan cukup panjang lebar.
"mbak Aida yang sabar, ya... Pasti ada alasan di balik perubahan suami mbak Aida.." hanya kalimat tersebut, yang dapat aku ucapkan, sabagai tanggapan atas cerita Aida barusan.
"iya, Do.. Terima kasih ya, udah mau mendengarkan aku bercerita.."
"santai aja, mbak. Kita kan teman. Jadi sudah sewajarnya, kalau saya bisa menjadi tempat curhat buat mbak Aida."
Kali ini Aida hanya membalas dengan senyum manisnya.
****
Setelah hari itu, tiba-tiba Aida menghilang. Pesan ku tak pernah lagi ia balas. Setiap kali aku telpon, selalu ditolaknya. Ia juga tidak pernah lagi datang ke mini market untuk berbelanja seperti biasanya.
Aku jadi bingung, kenapa Aida tiba-tiba berubah dan menghilang? Ia seakan sengaja untuk menghindari ku. Entah kenapa dan entah apa salah ku?
Dalam kebingungan ku, aku mencoba untuk bersabar dan berusaha untuk mengerti. Mungkin Aida sudah tidak ingin berteman lagi dengan ku. Mungkin ia dapat merasakan kalau aku sudah jatuh cinta padanya.
Aku merasa kecewa. Hari-hari ku jadi muram tanpa warna. Tak lagi ku baca pesan-pesan singkat darinya. Tak lagi ku dengar tawa renyahnya yang menghibur hati. Tak lagi bisa kulihat senyumnya yang manis dan menawan. Aku kehilangan semua itu, hanya dalam waktu yang sangat singkat.
Aku benar-benar tidak tahu apa maksud Aida dengan semua ini. Kenapa ia datang dalam kehidupan ku, dan membuat aku jatuh cinta padanya. Namun kemudian ia pun menghilang tanpa kabar, di saat aku benar-benar telah jatuh hati padanya. Di saat aku mulai menyayangi dan membutuhkannya.
Mimpi yang mulai aku bangun secara pelan-pelan tersebut, kini hancur berantakan. Khayalan ku tentang Aida, tidak lagi seindah dulu. Aku di himpit perasaan ku sendiri. Aku dipaksa untuk menelan kekecewaan. Aku di paksa untuk berhenti, bahkan ketika semuanya belum di mulai. Kisahku dan Aida seakan usai tanpa ada permulaan.
Kini, aku hanya bisa merajut hati ku kembali, yang menyadarkan ku, bahwa cinta ku pada Aida memang adalah sebuah kesalahan. Cinta ku pada Aida adalah mimpi yang tidak mungkin terwujud.
****
Berbulan-bulan berlalu, semenjak aku tidak lagi mendapat kabar apa pun dari Aida. Aku mencoba menjalani hari-hari ku, meski kadang itu terasa sangat berat. Aku belajar untuk melupakan Aida, meski selalu saja senyum manisnya melintas di pikiran ku.
Hingga pada suatu kesempatan, tiba-tiba Aida menghubungi ku. Ia mengajak aku ketemuan, di tempat biasa kami bertemu. Awalnya aku ingin menolak, namun aku juga merasa penasaran, kenapa Aida tiba-tiba mengajak aku bertemu, setelah berbulan-bulan ia menghilang.
"aku minta maaf..." itu kalimat pertama yang di ucapkan Aida, saat akhirnya kami bertemu di kafe tersebut.
"aku minta maaf, karena sudah berbulan-bulan aku tidak memberi mu kabar. Aku minta maaf, karena selama ini aku selalu mengabaikan pesan-pesan dari mu. Aku juga minta maaf, karena tidak bisa mengangkat telepon dari mu..."
"beberapa bulan belakangan ini, aku sibuk mengurusi persoalan rumah tangga ku. Aku sibuk mengurusi perceraian ku dengan suami ku. Aku jadi tidak punya waktu, untuk melakukan hal lain.."
Aida berucap dengan nada penuh keseriusan.
"setelah pertemuan terakhir kita hari itu, aku mencoba menyelidiki suami ku. Mencari tahu, apa yang menyebabkannya berubah. Sampai akhirnya aku tahu, kalau ternyata suami ku, telah menikah lagi. Dan itu ia lakukan, sudah hampir setahun. Bahkan istri barunya juga sedang hamil.."
"aku tentu saja merasa sangat kecewa dengan semua itu. Aku marah. Dan aku meminta cerai dari suami ku. Aku tidak sudi lagi, hidup bersama laki-laki yang telah mengkhianati ku."
"aku menuntut cerai dari suami ku. Aku meminta hak asuh anak-anak ku sepenuhnya. Tapi suami ku menolak, karena ia juga ingin memiliki hak asuh terhadap anak-anak kami. Karena itulah, proses perceraian kami berjalan sangat lama."
"walau pun akhirnya, hak asuh anak-anak jatuh padaku. Tapi suami ku tidak memberi sepersen pun harta gono gini padaku, kecuali rumah yang kami tempati selama ini. Dan rumah itu pun terpaksa aku jual, untuk biaya hidup kami."
"saat ini, untuk sementara aku dan anak-anak tinggal bersama adik ku. Untunglah aku juga sudah dapat pekerjaan. Jadi mungkin ke depannya, kami akan mencari rumah kontrakan, untuk bisa kami tempati. Karena tidak mungkin selamanya kami tinggal di rumah adik ku tersebut.."
"sekarang.. aku sudah bebas dari suami ku. Hanya saja, aku harus menata hidup ku kembali, menata hati ku juga. Mungkin akan butuh waktu yang cukup lama, tapi aku pasti bisa melewati semua ini.."
begitulah cerita Aida panjang lebar pada ku malam itu. Aku jadi merasa tersentuh mendengar ceritanya. Hati ku yang tadinya merasa marah dan kesal, kini luluh, berganti rasa iba dan bangga. Aku bangga melihat betapa tegarnya Aida menghadapi semua itu. Hal itu juga membuat aku semakin kagum padanya.
Ternyata selama ini, aku telah salah sangka pada Aida. Aku pikir, Aida sengaja menghindari dan menjauh dari ku. Tapi ternyata, ia hanya tidak ingin aku terlibat dalam persoalan rumah tangganya. Ia tidak ingin membuat aku merasa ikut terbebani dengan persoalan yang sedang ia hadapi.
****
Bersambung...