"aku mencintai kamu, Hend. Tapi aku memang harus pergi. Aku tak mungkin terus berada disini. Aku harus ikut orangtuaku ke Thailand. Kamu harusnya ngerti ..."
Risky berucap, sambil terus memainkan kedua jemarinya.
"aku ngerti, Ris. Tapi ..." kalimatku tertahan, berat rasanya harus terpisah dari Risky.
Aku mungkin terlalu mencintainya.
"kita masih bisa terus berhubungan, kok." uajr Risky lagi, kali ini ia menatapku.
"tapi kita gak bisa bertemu, Ris..." balasku cepat.
"aku pasti pulang, kok." ucap Risky pelan.
"iya. Sampai kapan? Satu tahun? Dua tahun? Terlalu berat, Ris. Aku gak sanggup." balasku sedikit terdengar lirih.
"ayolah, Hend. Kita pasti bisa, kok. Jarak seharusnya tidak akan memudarkan perasaan kita, selagi kita masih terus saling berkomunikasi ..." Risky meremas kedua jemarinya kembali.
"apa artinya sebuah hubungan kalau kita tidak bisa saling bertemu, Ris? Emangnya kamu kuat?" tanyaku.
"aku juga pasti akan sangat merindukan kamu, Hend. Tapi aku juga tidak mungkin terus disini. Sementara kedua orangtuaku haru pindah ke Thailand. Ini juga berat bagiku. Namun aku tidak punya pilihan lain..." Risky berujar sambil ia mulai berdiri.
"aku pergi, Hend. Aku harus pergi ..." Risky melanjutkan kalimatnya, lalu kemudian melangkah keluar dari kamar kost-ku.
Aku hanya terpaku menatap kepergian Risky.
Risky memang akan pindah ke Thailand bersama kedua orangtuanya, karena papanya harus ditugaskan kesana.
Lebih dari dua tahun aku dan Risky menjalin hubungan asmara. Kami pacaran sejak tahun pertama kami mulai kuliah.
Hubungan kami terjalin dengan indah. Risky mampu menghiasi ahri-hariku dengan cintanya yang indah.
Dan aku sangat bahagia dengan semua itu.
Tapi, sekarang ...
Aku benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana hari-hariku tanpa Risky.
Tapi aku juga tidak bisa mencegahnya untuk pergi.
*******
Beberapa hari kemudian, Risky dan keluarga akhirnya terbang ke Thailand. Dan aku tidak sanggup mengucapkan kata perpisahan buat Risky. Seharian aku hanya mengurung diri di kamar.
Hari-hari selanjutnya, Rsiky masih terus menghubungiku. Aku berusaha terdengar tegar. Aku tak ingin Risky tahu, bahwa betapa terlukanya aku dengan semua itu.
Awal-awal hubungan kami masih terus berlanjut, meski hanya lewat media sosial dan telpon.
Namun lama-kelamaan, kami jadi semakin jarang berkomunikasi. Rasanya bosan juga menjalin hubungan seperti itu.
Apa artinya sebuah hubungan, bila kita tidak bisa saling bertemu.
Hingga hampir setahun, Risky berada di Thailand. Kami sudah tidak lagi saling memberi kabar.
Hubungan kami terputus begitu saja.
Sepertinya jarak dan waktu, benar-benar mampu mengubah segalanya.
Kini hari-hari ku, lebih sering disibukkan dengan usaha baru ku. Selain kuliah tentunya.
Aku membuka usaha sebuah coffe shop, bersama seorang teman, yang baru aku kenal beberapa bulan yang lalu.
Namanya Kevin, dia senior ku di kampus.
Kami berkenalan tak sengaja di media sosial, dan ternyata kami punya hobi yang sama.
Hingga akhirnya kami bisa bekerja sama, untuk membuka sebuah usaha.
Kevin orangnya baik, ramah dan juga pintar.
Sama seperti diriku, Kevin juga seorang perantau.
Setelah beberapa bulan bekerja sama, kami pun memutuskan untuk tinggal di sebuah apartemen murah yang kami sewa secara patungan.
Tentu saja itu karena kami sudah punya penghasilan yang lumayan, dari usaha kami bersama.
Usaha kami memang boleh dibilang cukup maju, kami bahkan sudah punya beberapa orang karyawan untuk membantu kami.
Singkat cerita, aku dan Kevin pun kian menjadi mendekat. Kami hampir menghabiskan waktu 24 jam bersama.
Mulai dari di apartemen, di kampus dan di tempat kerja.
Secara fisik, Kevin sebenarnya cukup menarik. Meski tidak terlalu tampan, Kevin memiliki bentuk wajah yang tidak membosankan untuk dilihat.
Meski bertubuh sedikit kurus, namun Kevin cukup berotot dan sedikit terlihat kekar.
Awal-awal hubungan kami benar-benar hanya hubungan dua orang sahabat dan rekan kerja.
Namun akhir-akhir ini, entah mengapa, aku merasa Kevin mulai memberikan perhatian lebih padaku.
Aku sering memergoki Kevin menatapku diam-diam.
Aku mencoba mengabaikan hal tersebut, menganggap semua itu adalah hal biasa.
Namun kian hari Kevin kian berani. Dia jadi sering merangkulku, meski terlihat tanpa sengaja.
Sampai akhirnya pada suatu malam....
"aku suka sama kamu, Hend." begitu ucapan tegas Kevin padaku.
"aku sangat menyayangi kamu. Aku hubungan kita lebih dari pada ini..." Kevin melanjutkan lagi.
Terus terang meski aku sudah menduganya dari awal, namun tetap saja aku merasa kaget mendengarnya.
"aku tahu, kalau kamu juga seorang gay, Hend. Meski aku tidak tahu, bagaimana perasaan kamu terhadap aku..." Kevin berucap lagi.
"dari mana kamu tahu, kalau aku gay?" tanyaku penasaran.
"dari media sosial kamu, Hend. Suatu malam, aku pernah melihat notifikasi sebuah aplikasi di handphone kamu ..." jelas Kevin.
Aku terdiam kembali. Karena menurutku hal itu memang tidak begitu penting untuk dibahas.
"kamu mau gak, Hend? Kalau kita bepacaran." suara Kevin terdengar lagi. Aku mengangkat wajah, mencoba menatap mata Kevin.
Tapi aku tidak merasakan getaran apapun saat itu.
Yang terlintas dalam pikiranku, justru bayangan wajah Risky, dengan senyuman khas-nya.
Risky memang sudah hampir dua tahun berada di Thailand. Dan sudah hampir setahun, kami tidak lagi saling berkomunikasi.
Tapi sejujurnya aku belum benar-benar bisa melupakannya.
"maaf, Vin. Aku belum bisa ..." suaraku lirih.
Kulihat wajah Kevin tiba-tiba muram. Tapi aku memang tidak punya perasaan apa-apa sama Kevin.
"oke. Gak apa-apa, Hend. Tapi kita tetap berteman, kan?" balas Kevin.
Aku hanya mengangguk. Yah, semoga saja aku tetap bisa menjaga hubungan pertemanan kami.
Meski ke depannya, tentu semuanya akan berbeda. Apa lagi aku sudah tahu, kalau Kevin menyukaiku.
Tapi Kevin ternyata tidak menyerah begitu saja. Dia bahkan semakin memperlakukan ku dengan istimewa.
Hingga suatu hari aku sakit, Kevin-lah yang berusaha merawatku. Kevin rela menemaniku seharian, bahkan membawaku ke rumah sakit untuk berobat.
Kevin benar-benar penuh perhatian terhadapku.
Dia selalu berusaha untuk membuatku selalu tersenyum.
Dia berusaha untuk selalu ada untukku.
Segala perhatian Kevin terhadapku sebenarnya telah mampu menyentuh hati kecilku.
Namun bayangan Risky masih terus melintas di benakku. Meski Risky tak pernah lagi menghubungiku.
Semakin lama, aku semakin bingung dengan perasaanku sendiri.
Di satu sisi aku masih sering memikirkan Risky, aku masih merindukannya.
Namun ego-ku, tak ingin memulai untuk menghubunginya. Aku ingin Risky yang seharusnya menghubungiku duluan.
Dan di sisi lain, Kevin sudah terlalu sangat baik padaku. Dia sudah terang-terangan mengungkapkan perasaannya padaku.
Namun aku belum merasakan perasaan istimewa untuk Kevin. Tidak ada getar-getar apapun saat bersamanya. Aku merasa biasa saja.
*******
"hei, Hendra. Apa kabar kamu?" sebuah pesan masuk ke ponsel-ku. Aku melihat si pengirim. Risky!
Antara senang dan kecewa aku membacanya.
Senang karena Risky akhirnya menghubungiku. Tapi aku juga kecewa, karena setelah sekian lama Risky baru menghubungiku.
"aku baik. Kamu sendiri gimana kabarnya?" aku membalas juga pesan itu.
"aku juga baik. Aku mau telpon kamu boleh?" balas Risky cepat.
Aku terdiam sesaat. Setelah sekian lama tak berbicara dengan Risky, sejujurnya ada rasa canggung untuk memulainya kembali.
Tapi aku juga penasaran, kenapa tiba-tiba Risky menghubungiku.
"oke.." jawabku singkat.
Setelah beberapa saat, ponsel-ku pun berdering, aku segera mengangkatnya.
"aku minta maaf ya, Hend. Udah lama gak menghubungi kamu..." ujar Risky memulai pembicaraan.
Aku masih terdiam. Karena aku tidak benar-benar tahu, siapa yang salah dalam hal ini.
"tapi aku disini sangat sibuk, Hend. Memulai kehidupan baru, bertemu dengan orang-orang baru dan teman-teman baru." lanjut Risky.
"aku juga sengaja untuk memberi kita waktu, Hend. Memberi kita waktu untuk berfikir, sebesar apa sebenarnya cinta kita? Mampukah kita tetap bertahan, ketika jarak dan waktu memisahkan kita? Mampukah kita tetap setia?" Risky menghentikan kalimatnya. Aku mendengar ia menghempaskan napas berat.
"hingga akhirnya aku sadar, kalau aku sangat membutuhkan kamu dalam hidupku. Hari-hariku terasa hampa disini, Hend. Tapi aku juga harus membuktikan, apakah kamu tetap setia, meski aku tidak pernah mengabarimu?" Risky melanjutkan lagi.
Sampai saat itu aku masih belum berkomentar apa-apa.
"untuk itu aku menghubungi Kevin, sepupuku yang ada disana. Aku menceritakan semuanya kepada Kevin, dan memintanya untuk mendekati kamu. Mencoba untuk merebut hatimu..." lanjut Risky.
"maksud kamu, Kevin Ananta?" tanyaku penasaran, menyebutkan nama lengkap Kevin, yang selama ini tinggal bersamaku.
"iya. Dia sepupuku. Aku sengaja memintanya untuk mendekatimu. Hanya untuk menguji, sebesar apa sebenarnya kamu mencintaiku.." jawab Risky.
"jadi maksud kamu apa? Kamu sengaja ingin mempermainkan perasaanku?" tanyaku dengan suara cukup tinggi.
Menurutku apa yang Risky lakukan, sangat keterlaluan.
"terserah kamu mikirnya bagaimana, Hend. Tapi yang pasti, aku hanya ingin memastikan, bahwa kamu benar-benar mencintaiku. Agar aku tidak akan pernah menyesali keputusanku kelak. Terlalu banyak yang harus aku korbankan, Hend. Aku memang mencintai kamu, dan ingin hidup bersama kamu disana. Tapi itu artinya, aku rela terpisah dari kedua orangtuaku. Untuk itu, aku harus benar-benar yakin, kalau kamu tidak akan pernah meninggalkanku, jika nanti aku kembali kesana untukmu...." ucap Risky panjang lebar.
Untuk beberapa saat, aku terdiam. Mencoba memahami setiap kalimat yang dilontarkan Risky barusan.
Kemudian aku sadar, kalau semua itu sangat masuk akal. Dan itu artinya juga, Risky siap kembali untukku disini.
"oke, aku ngerti. Lalu apa sekarang?" ucapku akhirnya.
"beberapa hari yang lalu, untuk kesekian kalinya, Kevin menghubungiku. Sebenarnya, Kevin memang selalu menghubungiku, untuk mengabarkan semuanya. Dan kemarin Kevin bilang, kalau ia sudah capek dan menyerah, untuk berusaha merebut hatimu. Kevin mengatakan, kalau kamu masih tetap setia dengan perasaanmu padaku ..." jelas Risky.
"jadi?" tanyaku penasaran.
"jadi aku sudah ngomong sama kedua orangtuaku, kalau aku akan kembali ke Indonesia. Meski sedikit berat mereka akhirnya setuju. Aku kembali ke Indonesia, hanya untuk kamu, Hend. Dan jika kamu masih mencintaiku, aku menunggumu sekarang di tempat biasa kita bertemu. Aku sudah semenjak tadi disini...." jawaban Risky benar-benar membuatku terlonjak. Antara bahagia, terharu dan berbagai hal menghantui perasaanku.
Aku memang masih mencintai Risky, aku selalu merindukannya.
Aku pernah berharap, kalau Risky akan kembali untukku. Dan hari ini harapanku telah menjadi nyata.
Antara bahagia dan rasa tak percaya, aku pun bersiap-siap, untuk pergi menuju tempat biasa aku dan Risky memadu kasih.
****
Sekian ...