Janda cantik tetangga baru ku

Aku seorang suami dari seorang istri bernama Lena. Kami juga sudah punya seorang putri kecil yang baru berusia enam tahun.

Kehidupan kami memang terbilang sangat sederhana. Aku hanya seorang satpam di sebuah mall, sedangkan istri ku juga ikut bekerja, dengan berjualan kue keliling.

Setiap pagi biasanya istri ku selalu keliling komplek untuk menjajakan kue nya, sambil ia mengantar anak kami ke sekolah, dan biasanya siang baru ia kembali ke rumah, sambil sekalian menjemput kami di sekolah.

Aku sendiri bekerja secara shift, kadang aku harus masuk kerja malam dan pulang pagi. Kadang juga masuk siang dan pulangnya malam.

Kami tinggal di sebuah rumah petak kontrakan. Rumah petak itu berderetan sebanyak lima pintu.

Empat dari lima rumah tersebut sudah berpenghuni, kecuali rumah paling ujung yang berdampingan dengan rumah kami itu masih kosong. Karena baru beberapa minggu yang lalu penghuninya pindah.

Sampai pada suatu ketika, seseorang pindah ke rumah kontrakan kosong tersebut.

Penghuni baru itu, seorang janda dengan dua orang anak, namanya Maya.

Menurut cerita Maya, suaminya baru saja meninggal sekitar dua bulan yang lalu. Ia pindah ke kontrakan ini, karena sudah tidak sanggup lagi membayar sewa rumah lamanya.

Mendiang suaminya adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta. Setelah suaminya meninggal, Maya mendapatkan pesangon dan juga uang santunan.

Namun karena Maya tidak bekerja, uang itu juga mulai menipis. Karena itu Maya berinisiatif untuk pindah ke kontrakan yang lebih murah.

Maya juga berencana untuk membuka usaha menjahit di tempat barunya itu, sesuai dengan keahlian yang dia miliki.

Singkat cerita, aku dan Maya pun saling kenal, karena kebetulan rumah kami bersebelahan. Dan sebenarnya perkenalan kami di mulai, saat pertama kali Maya pindah ke sini. Saya ikut membantunya, mengangkut barang-barangnya ke dalam rumah.

Maya dan istri ku juga sudah saling kenal, apa lagi anak pertama Maya juga harus pindah ke sekolah baru, yang kebetulan satu sekolahan dengan anak ku.

Sementara anak ke dua Maya sudah mulai masuk TK, yang berada tidak terlalu jauh dari rumah kontrakan kami.

Jadi biasanya, setelah mengantar anak-anaknya ke sekolah, Maya pun mulai sibuk melakukan pekerjaan barunya, yakni menjahit pakaian.

****

Suatu pagi, aku pulang dari kerja, seperti biasa jika masuk malam, maka aku akan pulang sekitar jam delapan pagi.

Saat itu, istriku sudah tidak ada di rumah, karena memang ia harus pergi menjajakan kue dagangannya.

Aku mencoba mencari kunci rumah, yang biasanya istriku taruh di bawah pot bunga di samping pintu. Tapi setelah mencari beberapa saat aku tidak bisa menemukannya.

Saat itu, Maya sedang menyapu di teras rumahnya.

"lagi cari apa, Jun?" tanya Maya, saat ia melihat aku yang sedang kebingungan.

"anu, mbak. Kunci rumah. Apa tadi istri ku ada titip sama mbak Maya?" tanya ku sedikit gelagapan.

Maya saat itu hanya memakai baju daster tipis, yang sedikit transparan. Rambutnya dibiarkannya tergerai, sedikit basah.

Maya memang berwajah cukup cantik, body nya juga lumyan seksi.

"gak ada tuh, Jun. Mungkin ia lupa meninggalkannya." ucap Maya menjawab.

"tu lah, mbak. Padahal biasanya ia taruh di situ." ucapku sambil menunjuk ke arah pot di samping pintu.

Maya memang berusia dua tahun lebih tua dari ku, sekitar 33 tahun usianya. Sementara aku masih 31 tahun. Karena itu aku biasa memanggilnya mbak.

"padahal aku sudah ngantuk banget, mbak. Semalam gak tidur, karena tugas." lanjutku berucap lagi.

"ya udah, kamu istirahat di rumah mbak aja." tawar Maya.

"gak usah, mbak. Saya nunggu istri saya aja." balas ku.

"tapi istri kamu kan masih lama pulangnya, Jun. Biasanya kan ia pulang siang. Sekarang masih jam delapan loh, Jun." ucap Maya lagi.

"tapi aku gak enak, mbak. Masuk ke rumah mbak Maya." balasku sungkan.

"udah, gak apa-apa, Jun. Kan cuma numpang tidur doang." ucap Maya meyakinkan.

Aku berpikir sejenak. Sebenarnya aku merasa sungkan untuk masuk ke rumah Maya. Tapi aku juga sudah tidak bisa menahan kantuk ku.

Aku pun akhirnya menerima tawaran Maya, untuk beristirahat di rumahnya.

Aku melangkah dengan sedikit ragu memasuki rumah tersebut. Maya ikut masuk bersama ku.

Ia kemudian memberikan aku sebuah bantal, untuk aku berguling di ruang tengah rumahnya.

Ruangan itu memang agak sempit, karena semua peralatan menjahit Maya berada di ruangan itu.

Aku jadi sedikit kesusahan untuk sekedar berbaring.

Maya sepertinya juga menyadari hal tersebut.

"kamu tidurnya di kamar aku aja, Jun." tawar Maya.

"tapi aku gak enak loh, mbak." balas ku berusaha menolak.

"tapi kamu gak mungkin bisa tidur di situ, Jun. Jadi lebih nyaman kalau kamu tidurnya di kamar aja." ucap Maya sedikit bersikeras.

Karena merasa tidak enak hati menolak kebaikan Maya, dan juga karena memang di ruangan itu aku tidak bisa tidur dengan nyaman, aku pun menerima tawaran dari Maya.

Aku segera bangkit dan berjalan menuju kamar Maya.

Sesampai di dalam, aku pun segera merebahkan tubuh ku di atas ranjang dalam kamar tersebut. Saat itulah aku menyadari, kalau dari tadi Maya selalu memperhatikan ku.

"mbak kok lihatnya gitu?" tanya ku bergetar.

"kamu tampan dan gagah sekali, Jun. Aku suka lihat kamu." ucap Maya cukup berani.

"ah, mbak Maya bisa aja." balas ku salah tingkah.

"kamu kan tahu sendiri, Jun. Aku ini sudah hampir setengah tahun menjanda. Aku selalu merasa kesepian. Dan jujur saja, aku sering memikirkan kamu malam-malam, untuk sekedar mengisi kesepian ku." ucap Maya lagi, sambil ia mulai melangkah mendekati ku.

Aku terpaku menyadari itu semua. Sungguh tak pernah terpikir oleh ku, kalau Maya akan berucap demikian.

Aku memang mengagumi kecantikan Maya. Namun selama ini, aku tidak berani untuk menunjukkannya. Apa lagi status ku yang merupakan suami orang.

Tapi karena Maya sendiri sudah berterus terang tentang perasaannya, aku pun jadi lebih berani.

"aku.. aku... juga suka sama mbak Maya. Tapi aku ini suami orang loh, mbak. Apa mbak Maya gak nyesal nantinya?" ucapku akhirnya.

"kalau untuk mendapatkan laki-laki segagah kamu, aku gak bakal nyesal, Jun. Lagi pula, kita melakukannya atas dasar suka sama suka. Dan kita juga tidak harus terikat kan?" balas Maya kemudian.

"kalau mbak Maya, mau nya seperti itu, aku juga siap, mbak. Menjalin hubungan rahasia bersama mbak Maya. Asalkan mbak Maya tidak menuntut apa-apa dari ku." ucap ku membalas.

"aku tidak akan menuntut apa pun dari kamu, Jun. Asalkan kamu punya waktu untuk ku, kapan pun aku menginginkannya." ucap Maya yakin.

Dan setelah memperoleh kata sepakat, pagi itu, aku dan Maya pun melakukan sebuah pergelaran.

Sebuah pergelaran yang indah. Maya memang terlihat sekali sudah berpengalaman. Apa lagi ia sudah lama hidup sendiri. Ia pasti sangat kesepian selama ini. Hal itu dapat aku rasakan dari perlakuannya pada ku pagi itu.

Aku hampir kewalahan di buatnya. Sangat terlihat sekali, kalau Maya memang sedang merasa haus.

Aku pun berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk Maya. Aku juga ingin membuktikan diri ku padany, kalau aku ini adalah laki-laki yang tepat untuknya saat ini.

Dan pagi itu pun berlalu dengan sempurna. Meninggalkan kesan yang mendalam di antara kami berdua.

****

Sejak kejadian indah pagi itu, aku dan Maya pun mulai terlibat hubungan terlarang.

Kami selalu berupaya untuk mencari waktu yang tepat untuk kami bisa bertemu dan berduaan.

Berbulan-bulan hal itu terus terjadi.

Sampai akhirnya, istri ku pun mulai mencurigai ku. Istri ku sering mempertanyakan tentang kedekatan ku dengan Maya.

Karena takut istri ku mengetahui hubungan kami, aku pun segera meminta Maya untuk tidak lagi bertemu dengan ku.

Maya berusaha menolak awalnya, tapi aku berusaha meyakinkannya. Aku tak ingin rumah tangga ku hancur, karena hubungan ku dengan Maya.

Maya tetap tak terima, dia bahkan semakin berani untuk terus mendekati ku.

Sampai akhirnya istri ku pun terpaksa turun tangan. Istri ku menghasut beberapa warga yang ada di sana untuk segera mengusir Maya dari situ.

Beberapa warga pun mulai terhasut. Apa lagi status Maya yang seorang janda. Para-para ibu-iu di gang itu, merasa khawtir kalau suami mereka juga di goda oleh Maya.

Setelah campur tangan pak RT, Maya pun akhirnya di paksa pindah dari situ. Aku tak bisa berbuat apa-apa, karena aku juga tidak ingin rahasia hubungan ku dengan Maya terbongkar.

Aku juga turut serta menyetujui pengusiran Maya dari tempat itu, agar istri ku yakin, kalau aku tidak punya hubungan apa-apa dengan Maya.

Maya pun pindah, dan aku juga sedikit merasa bersalah. Tapi aku memang tidak mungkin melanjutkan hubungan ku dengan Maya.

Biar bagaimana pun, aku sudah punya istri dan anak yang sangat aku sayangi. Dan hubungan ku dengan Maya adalah sebuah kesalahan.

Meski pun resikonya, Maya terpaksa pindah dari situ. Tapi aku merasa sedikit lega, karena dengan begitu, aku tak perlu lagi merasa khawatir.

Aku pun menyadari kesalahan ku tersebut. Aku yang begitu mudah tergoda oleh janda cantik itu.

Namun aku berjanji dalam hatiku, untuk tidak lagi melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari.

Semoga saja.

****

Selesai..

Pembantu baru ku yang cantik (bagian 1)

Aku seorang pria yang berusia 32 tahun saat ini, aku memiliki istri yang berusia 28 tahun. Kami menikah sekitar 6 tahun yang lalu, waktu itu usia ku masih 26 tahun, sedangkan istri ku masih 22 tahun. Kami menikah setelah hampir 3 tahun pacaran.

Dari hasil pernikahan kami, kami sudah mempunyai seorang anak laki-laki berusia 4 tahun lebih. Saat ini, istriku sedang hamil anak kedua kami, sudah 8 bulan.

Aku seorang pengusaha muda yang cukup sukses. Usaha properti ku terbilang cukup maju. Sehingga secara ekonomi, kehidupan kami memang serba berkecukupan.

Istriku sendiri hanya seorang Ibu rumah tangga, meski ia memiliki pendidikan sampai sarjana. Namun karena sudah menikah dengan ku, aku tidak memperbolehkan ia bekerja. Aku ingin ia menjadi Ibu rumah tangga yang baik. Mengurusi anak dan melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri.

Meski terbilang masih muda, tapi kami sudah mempunyai rumah sendiri. Rumah yang aku beli dari hasil kerja keras ku selama ini. Rumah yang cukup mewah.

Dirumah kami, kami juga memperkerjakan beberapa orang pembantu.

Yang pertama ada Bi Ijah, yang bertugas mengurusi segala tetek bengek makanan di dapur dan juga mencuci pakaian. Sedangkan suami bi Ijah, pak Parno, bertugas membersihkan kebun dan pekarangan rumah. Kemudian ada Santo, yang bertugas menjaga keamanan rumah.

Dan Sidik, yang menjadi sopir pribadi istri ku. Serta ada Marni, yang bertugas membersihkan rumah dan kamar.

Mereka tinggal satu rumah dengan kami, Bi Ijah dan suaminya tidur di kamar paling belakang dekat dapur. Santo dan Sidik tidur satu kamar, karena mereka masih lajang, dan kamar mereka berada tidak jauh dari kamar Bi Ijah. Sementara Marni, tidur di salah satu kamar yang ada diruang tengah.

Marni adalah pembantu baru dirumah kami, ia baru bekerja dengan kami selama 4 bulan. Ia berasal dari kampung. Masih muda dan memiliki wajah yang lumayan cantik, meski tanpa make up.

Marni gadis yang lugu, usia nya masih 20 tahun. Ia hanya tamatan SD, karena memang ia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ia bekerja ke kota, untuk membiayai sekolah adik-adiknya di kampung. Begitu ceritanya, ketika ia pertama kali bekerja dengan kami. Bi Ijah yang memperkenalkan kami dengan Marni

Sebenarnya rumah tangga kami sangat bahagia, kami menikah atas dasar saling cinta. Apa lagi sejak anak pertama kami lahir, kebahagiaan kami semakin lengkap.

Istri ku seorang wanita yang sangat baik. Kami jarang sekali terlibat pertengkaran.

Namun beberapa bulan terakhir ini, sejak ia hamil anak kedua kami, istri ku sering sakit-sakitan dan sering sekali harus dirawat dirumah sakit.

Menurut keterangan dokter, itu merupakan bawaan dari kandungannya.

Sebenarnya tidak ada masalah yang perlu di kwatirkan, karena kondisi bayi dalam kandungan istriku masih dalam keadaan baik-baik saja.

Namun tentu saja, untuk urusan ranjang, istri ku tidak lagi bisa melayani ku seperti biasa.

Aku mencoba memahaminya, karena kadang aku merasa sangat kasihan melihat kondisi istri ku saat ini. Dia harus rutin pergi ke dokter kandungan hampir setiap minggu.

Dirumah pun ia tidak di perbolehkan bekerja terlalu berat.

Untung lah anak kami yang pertama, sudah cukup besar. Jadi ia tidak terlalu merepotkan istri ku, lagi pula di rumah ada pembantu yang mengurusinya.

Suatu pagi, aku bangun sedikit telat dari biasanya, karena tadi malam harus pulang larut. Ada pekerjaan kantor yang harus diselesaikan.

Saat aku bangun, aku sudah tidak melihat istriku di tempat tidurnya. Aku langsung mandi dan hendak berganti pakaian. Ketika tiba-tiba aku mendengar ketukan di pintu kamar. Dengan hanya memakai handuk yang terlilit di pinggangku dan bertelanjang dada, aku membukakan pintu kamar.

Di depan pintu kamar, sudah berdiri Marni dengan membawa nampan berisi sarapan dan segelas susu.

Aku sedikit heran, karena biasanya istriku yang melakukannya. Aku memang biasa sarapan di kamar, apa lagi kalau aku sedikit terlambat bangun pagi. Karena dengan begitu aku tak harus buang-buang waktu pergi ke dapur untuk sarapan.

Marni tersenyum tipis, sambil berkata, "ini sarapannya tuan.."

"Ibu mana?" tanya ku, tanpa memperdulikan ucapannya.

"Ibu sudah berangkat pagi tadi, katanya ia mau ke dokter." jawab Marni, "Ia berangkat diantar mas Sidik. Ia menyuruh saya untuk mengantarkan sarapan tuan ke kamar..." lanjutnya menjawab keheranan ku.

"oh.." desahku, "ya, udah! kamu taruh aja di atas meja itu!" lanjutku, sambil menunjuk sebuah meja yang memang disediakan untuk tempat aku sarapan di dalam kamar.

Dengan sedikit sungkan Marni masuk ke kamar dan menaruh nampan berisi sarapan tersebut di atas meja dengan sedikit menunduk.

Aku masih berdiri di dekap pintu sambil melihat ke arah Marni. Saat Marni menunduk, aku melihat belahan rok yang di pakai Marni sedikit tersingkap keatas. Marni hanya memakai rok mini ketat, yang memperlihatkan lekukan pinggulnya. Rok mini itu memiliki belahan di belakangnya, belahan yang cukup panjang, sehingga ketika Marni menunduk, kakinya akan kelihatan sampai ke atas.

Seketika dada ku berdegup kencang. Sebagai laki-laki normal, dan sebagai seorang suami yang sudah lima bulan lebih tidak mendapatkan jatah dari istri, karena sakit, tentu saja hal tersebut membuat hsrat ku tiba-tiba muncul.

Perasaan ku tiba-tiba saja menginginkan hal tersebut. Refleks aku menutup pintu kamar dan menguncinya dari dalam.

Marni kaget, mendengar suara pintu menutup, ia pun segera berbalik dan mulai melangkah menuju pintu untuk keluar.

Tapi dengan sedikit gemetaran aku mencoba menahan langkahnya.

"ada yang bisa saya bantu lagi, tuan...?" tanya nya dengan nada bergetar.

Aku tidak menjawab pertanyaannya, tapi justru semakin mendekat. Aku menrik tngan Marni dan menyretnya ke rnjang.

Marni berusaha mernta dan ingin bertriak. Namun secepatnya aku menbkap mulutnya dengan tngan ku.

"aku mengingnkn kamu pagi ini. Dan kamu tidak perlu melwan." bisik ku di telinganya dengan nada mengncam. "aku akan beri kmu uang yang banyak, jika kmu mau.." lanjutku. 

Cukup lama Marni terdiam dalam dekpanku, ia masih berusaha melpaskan diri, namun tenaga nya tidak cukup kuat. Ia akhirnya hanya psrah, ketika aku berhsil mendrong tbuh mngilnya ke atas rnjang. Ia menutup wjahnya dengan kedua tngannya sambil sedikit terisak.

Aku benar-benar sudah tidak bisa lagi menahan diri. Aku tak pedulikan isak Marni, aku hanya harus menylurkan keinginan ku yang sudah sangat lama terpndam.

"kamu tenang saja, aku pasti kasih kamu uang yang banyak.." ucapku, mencoba membuat Marni tenang.

Tapi Marni berusaha trus melwan. Aku hrus berusaha lebih keras agar bisa menaklukannya.

Hingga akhirnya Marni tidak berani mealwan lagi. Dan aku pun semkin leluasa mlakukn aksi ku.

Pagi itu, aku pun brhsil mrnggut keprwanan Marni. Aku kmbali mersakan sesuatu yg sdah beberapa bulan ini tdak aku rasakan. Marni menjdi tmpat penyluran segala keinginan ku yang slama ini trpndam.

Dan setelah perjuangn yang cukup pnjang, aku pun terhmpas di rnjang. Marni segera bngkit dan ia pun menngis tersdu-sedu di lantai. Aku pun berusaha membujuknya, aku takut bi Ijah mendngarnya.

Segera ku ambil sejumlah uang dalam laci dan ku berikan kepada Marni.

"kamu jangan sampai menceritakan kejadian ini kepada siapa pun, apa lagi kepada istriku.." ucapku sedikit mengncam. Marni berusaha menhan tangisnya, ia dengan sedikit berat mengmbil uang yang aku berikn. Ia pun berdiri dngan sedikit meringis, menahan skit.

Aku menyuruhnya untuk segera turun. Aku tak ingin bi Ijah curiga, karena Marni sudah cukup lama berada di lantai atas rumah kami.

"kamu harus berusaha bersikap biasa saja.." kataku, ketika Marni sudah berada di ambang pintu kamar. Dan ia pun melangkah keluar dan turun ke bawah.

Tiba-tiba saja, rasa bersalah merasuk ke dalam hatiku. Aku telah mengkhianati istriku yang begitu baik dan setia. Aku telah menodai pernikahan yang begitu bahagia.

Tapi jujur saja, aku tak bisa lagi membendungnya. Keinginan untuk melampiaskan hal tersebut, yang lama terpendam, tak bisa ku cegah lagi. Dan sebnarnya aku bgitu menikamti hal tersebut.

Meski aku tahu, apa yang lakukan barusan adalah sebuah kesalahan. Dan aku juga tahu, kelakuan ku barusan sudah sangat melampaui batas. Semua itu jelas akan ada resikonya. Akan ada balasan dari perbuatanku tersebut. 

*****

Beberapa hari kemudian, istriku memintaku untuk mengantarnya ke rumah orang tuanya yang berada cukup jauh dari kota.

"untuk sementara, sampai anak kita lahir, aku ingin tinggal bersama Ibu saja.." ucapnya. "dengan kondisiku seperti saat ini, rasanya aku akan jauh lebih aman, jika tinggal bersama Ibu.."lanjutnya.

Aku pun menyetujuinya. Dulu waktu anak pertama kami lahir, istriku juga tinggal bersama Ibunya.

Ibunya memang seorang bidan kampung, ia sudah terbiasa menangani orang yang melahirkan.

Aku pun mengantarkan istriku kerumah Ibunya, tapi aku tidak bisa menginap disana, karena aku harus bekerja. Istri ku mengerti dan membiarkan aku kembali ke rumah.

Aku berjanji untuk menjenguknya dua kali seminggu, sampai anak kami lahir nanti.

Malam itu, aku tidur sendirian di kamar. Anak pertama ku juga ikut Ibunya di kampung. Aku gelisah.

Tiba-tiba aku teringat kejadian pagi itu dengan Marni. Keinginan ku tiba-tiba datang lagi.

Keinginan untuk melakukan hal itu lagi datang begitu saja.

Aku akhirnya turun ke lantai bawah. Jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Aku berdiri di depan pintu kamar Marni, yang memang terletak disamping tangga turun. Aku melihat lampu dalam kamar Marni masih menyala, pertanda Marni belum tidur.

Pelan ku ketuk pintu kamar itu. Tak lama kemudian aku mendengar langkah kaki menuju pintu dan pintu itu pun terbuka pelan. Marni dengan wajah sedikit kaget menatapku.

"ada apa, tuan...?"tanyanya sedikit tertunduk.

Aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku justru mendrong pintu itu sehingga terbuka lebar. Lalu aku msuk ke dalam kmar itu dan segera menutup dan menguncinya.

Marni hanya berdiri di samping pintu, aku mendekatinya.

"aku ingin melkukannya lagi dnganmu malam ini.." bisikku di telinga Marni.

Marni mundur selangkah dan berusaha mendrong tubuhku.

"aku akan memberimu uang lagi..." lanjutku.

Setelah terdiam cukup lama, Marni pun berucap, "aku memang lagi butuh uang yang sangat banyak..." katanya. "aku akan brsedia mnuruti keinginn tuan kapan pun tuan mau..." lanjutnya. "asal tuan mau memberi saya uang saat ini sebanyak seratus juta rupiah..." katanya lagi.

Aku tercenung sesaat, memikirkan tawaran Marni.

"untuk apa uang sebanyak itu?" tanyaku akhirnya.

"Ibu ku sakit di kampung, ia harus segera di operasi..." jelasnya singkat.

Aku hanya manggut-manggut mendengarnya. 

"oke...!" kataku, "besok aku akan transfer uang itu ke rekening kamu..." lanjutku.

"dengan syarat kamu bersedia mmenuhi keinginn saya, sampai istri saya kembali lagi ke rumah ini. Dan kamu jangan pernah menceritakan hal ini kepada siapa pun..." aku berucap lagi, sambil mulai mendkati Marni.

Marni hanya diam dan sedikit mengangguk tanda ia setuju.

Pelan ku trik tbuh mungil Marni ke rnjang. Marni pun menrutiku.

Kami dduk di sisi rnjang, dan aku mulai kemabli melakukan aksi ku.

Hanya saja kali ini, tdak ada lagi penolakan dari Marni. Ia brusaha mngikuti semua keinginn ku. Bhkan Marni jga berusaha utk mmbuat aku trkesan. 

Dan stelah prgulatn yang ckup pnjang dan pnuh kesan, segera aku bngkit dan memkai pkaianku lagi, lalu keluar dan lngsung naik ke atas ke kamarku untuk segera tidur. Hari sudah jam 3 pagi.

Esoknya aku pun mentransfer uang seratus juta ke rekening Marni. Sesuai perjanjian.

*****

Malam-malam berikutnya, aku mulai rutin msuk ke kmar Marni untuk mendpatkan 'jatah' darinya dan Marni pun membri kan hal itu dengan baik.

Marni benar-benar mmpu menggntikan 'posisi' istri ku untuk sementara, ia mmpu menggntikan 'tugas' istri ku, selama istriku tidak berada di rumah.

Dan aku benar-benar merasa terksan dengan Marni.  Aku juga tak segan-segan memberinya sejumlah uang, setiap kli aku selsai menunaikan 'tugas' ku pdanya.

Malam-malam menjdi berbeda bagi ku saat ini, aku merasa menemukan tmpat yang tepat utk mncurahkn sgala kesepian dan juga kekosangn malam-mlam ku.

Aku pun rutin menjenguk istri ku dua kali seminggu di rumah Ibunya, meski tak pernah menginap di sana.

*****

Sebulan kemudian, istriku pun melahirkan anak kedua kami secara normal. Seorang anak laki-laki lagi. Anak kami lahir dengan selamat dan sehat. Begitu juga istriku, ia kelihatan sangat sehat.

Seminggu kemudian kami pun kembali lagi kerumah kami.

Kami mulai menjalani kehidupan kami lagi seperti biasa.

Sekarang aku tak lagi bisa msuk ke kmar Marni, karena istri ku sudah berada di rumah. Meski terkadang keinginan itu ada. Tapi aku berusaha menhan keinginanku.

Marni pun bersikap biasa saja, ia mungkin mengerti, karena perjanjiannya memang seperti itu dari awal.

Dan sang waktu pun terus berlalu. Sudah dua bulan usia anak kedua ku sekarang.

Sampai tiba-tiba Marni menghampiri ku, dan mengatakan kalau ia sudah telat tiga bulan. Dan ia pun mengatakan kalau ia sudah melakukan tes menggunakan alat tes kesehatan yang ia beli di apotik.

Dan hasilnya ia positif hamil.

Aku hanya terpaku mendengar cerita Marni. Pikiran ku tiba-tiba kacau. Kepala ku terasa begitu sakit. Pandangan ku berkunang.

Marni pergi berlalu. Ia meminta aku untuk segera mengambil keputusan, sebelum perutnya semakin membesar.

Aku semakin trenyuh. Dan tidak tahu harus berbuat apa saat ini.

Tapi Marni benar. Aku harus segera bertindak. Karena semakin lama, perut Marni akan mulai membesar.

Apa pun resikonya nanti, aku harus bisa menyelesaikannya.

**** 

Bersambung ...

Pembantu baru ku yang seksi part 2

Cari Blog Ini

Layanan

Translate